Minggu, 30 Juli 2017

Makalah Fiqih Tentang Pasar Modal



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Pembangunan suatu negara memerlukan dana investasi dalam jumlah yang tidak sedikit. Dalam pelaksanaannya diarahkan untuk berlandaskan kepada kemampuan sendiri, disamping memanfaatkan dari sumber lainnya sebagai pendukung. Sumber dari luar tidak mungkin selamanya diandalkan untuk pembangunan. Oleh sebab itu perlu ada usaha yang sungguh-sungguh untuk mengarahkan dana investasi yang bersumber dari dalam, yaitu tabungan masyarakat, tabungan pemerintah, dan penerimaan devisa.
Untuk mengatasi kelangkaan dana itu banyak negara yang sedang berkembang terlibat dengan pinjaman luar negeri. Meskipun disadari tabungan masyarakat di negara sedang berkembang masih rendah dibanding dengan negara-negara maju, tetapi yang lebih penting dalam era pembangunan ini adalah mengusahakan enfestifitas pengerahan tabungan  masyarakat itu kepada sektor-sektor yang produktif.
Pasar modal dipandang sebagai salah satu sarana efektif untuk mempercepat pembangunan suatu negara. Hal ini dimungkinkan karena pasar modal merupakan wahana yang dapat menggalang penegerahan dana jangka panjang dari masyarakat untuk disalurkan ke sektor-sektor produktif. Apabila pengarahan dana masyarakat melalui lembaga-lembaga keuangan maupun pasar modal sudah dapat berjalan dengan baik, maka dana pembangunan yang bersumber dari luar negeri makin lama makin dikurangi.
Pasar modal merupakan salah satu sarana yang efektif dalam menggerakkan dana dari masyarakat untuk selanjutnya disalurkan pada kegiatan-kegiatan yang produktif. Dana masyarakat yang masuk kepasar modal merupakan dana jangka panjang. Masyarakat yang memiliki kelebihan dana, baik masyarakat dalam negeri maupun luar negeri, dapat menginvestasikan uangnya pada pasar modal.
Namun sebelum melakukan transaksi atau investasi dipasar modal, seseorang tersebut harus mengetahui terlebih dahulu tentang pasar modal dan semua hal yang berhubungan dengan pasar modal.
B.     Rumusan Masalah
Dari uraian penjelasan di atas, maka penulis berkeinginan untuk menjelaskan permasalahan tentang talak yaitu sebagai berikut :
1.      Bagaimanakh pengertian pasar modal ?
2.      Bagaimanakh sejarah pasar modal ?
3.      Bagaimanakah hukum pasar modal
4.      Bagaimanakah pasar modal syariah ?
C.    Tujuan Masalah
Dari permasalah di atas, maka penulis ingin menyampaikan bahwa tujuan dari permasalah tersebut yaitu sebagai berikut :
1.      Untuk mengetahui pengertian dari pasar modal.
2.      Untuk mempelajari sejarah pasar modal.
3.      Untuk untuk mengetahui hukum pasar modal.
4.      Untul memahami pasar modal syariah.








BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Pasar Modal
Istilah pasar biasanya digunakan istilah bursa, eschange dan market. Sementara istilah modal sering digunakan istilah efek, securuties dan stock. Pasar modal merupakan bagian dari pasar keuangan.[1]Pasar modal secara umum dapat diidentikkan dengan sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal untuk mengembangkan investasi.
Ada beberapa pendapat tentang pasar modal, yaitu :
1.      Menurut Marzuki Usman (1989), pasar modal adalah pelengkap disektor keuangan terhadap dua lembaga lainnya yaitu bank dan lembaga  pembiayaan. Pasar modal memberikan jasanya yaitu menjembatani hubungan antara pemilik modal atau disebut juga pemodal (investor) dengan peminjam dana atau disebut emiten (perusahaan yang go public).[2]
2.      Menurut Idjang Gunawan, pasar modal adalah tempat bertemunya para pembeli dan penjual dengan dua resiko yaitu untung dan rugi.
3.      Menurut Panji Anoraga, pasar modal adalah tempat pertemuan antara mereka (perorangan atau badan usaha) yang memiliki dana nganggur, dengan badan usaha, yang butuh modal tambahan untuk beroperasi.
4.      Menurut Sartono, pasar modal adalah tempat terjadinya transaksi aset keuangan jangka panjang.
5.      Menurut Tandelilin, pasar modal adalah pertemuan antara pihak yang kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana dengan cara memperjualbelikan sekuritas.[3]
B.     Sejarah Pasar Modal
Pasar modal di Indonesia yang sekarang ini kita kenal sebenarnya sudah ada sejak jaman pemerintahan kolonial belanda mendirikan pasar modal. Pada waktu itu adalah untuk menghimpun dana guna menunjang ekspansi usaha perkebunan milik orang-orang belanda di Indonesia. Para investor yang berkecimpung di bursa efek pada waktu itu adalah orang-orang hindia belanda dan eropa lainnya. Munculnya pasar modal di Indonesia secara resmi diawali dengan didirikan vreniging voor de effectenhandel di Jakarta pada tanggal 14 desember 1912. Perkembangan pasar modal di Jakarta pada waktu itu cukup menggembirakan, sehingga pemerintah kolonial belanda terdorong untuk membuka bursa efek di kota lainnya, yaitu Surabaya pada tanggal 1 januari 1925 dan di semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.
Tanggal 1 september 1951, setelah adanya pengakuan kedaulatan  dari pemerintah hindia belanda, pemerintah mengeluarkan undang-undang darurat No. 13 tentang bursa efek Indonesia. Berdasarkan undang-undang tersebut, kemudian ditetapkan sebagai undang-undang No. 15 tahun 1952. Sejak itu, bursa efek dibuka kembali, dengan memperdagangkan efek yang diperdagangkan sebelum PD II. Namun, keadaan ini hanya berlangsung sampai dengan tahun 1958. Pada tanggal 10 Agustus 1977, presiden republik Indonesia secara resmi membuka kembali pasar modal di Indonesia yang ditandai dengan go public PT. Semen Cibinong. Penutupan bursa efek saat itu berlatar belakang politis, terutama agar sistem perekonomian nasional lebih mengarah ke sistem sosial.[4]
Sejak diaktifkan kembali kegiatan pasar modal Indonesia pada tanggal 10 Agustus 1977, bursa efek mulai terus berkembang. Pemerintah memberi beberapa kemudahan yang mengatur operasional tentang pelaksanaan bursa efek. Terakhir, pemerintah bersama-sama dengan dewan perwakilan rakyat (DPR) telah menyusun undang-undang Nomor 8 tahun 1995 tentang pasar modal. Dengan lahirnya undang-undang ini, mekanisme transaksi bursa efek di Indonesia beserta lembaga-lembaga penunjangnya memperoleh kepastian hukum dalam menjalankan misinya.
Bahkan pemerintah dalam rangka peningkatan kinerja perusahaan efek telah melakukan perubahan peraturan pemerintah Nomor 45 tahun 1995 perubahan tentang penyelenggaraan kegiatan di bidang pasar modal, dengan mengeluarkan peraturan pemerintah nomor 12 tahun 2004, pada tanggal 2 Maret 2004.
Dalam rangka mengakomodir investor yang tertarik untuk berinvestasi, Bursa Efek Jakarta dan PT. Danareksa Investment Management (DIM) meluncurkan sebuah indeks yang diedarkan pada syariah Islam. Indeks tersebut dikenal dengan nama Jakarta Islamic Index (JII).
Pada tahun 2000 PT. Bursa Efek Jakarta (BEJ) bekerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management (DIM) telah meluncurkan Jakarta Islamic Index. Sementara itu, reksa dana syariah pertama sudah ada pada tahun 1997 serta diterbitkan obligasi syariah mudharabah Indosat pada tahun 2002. Yang lebih menarik lagi, di pusat keuangan kapitalis dunia Wall Street, Down Jones pada Februari 1999 telah meluncurkan Dow Jones Islamic Market Indexes (DJIMI). Perkembangan tersebut disambut dengan gembira oleh banyak pihak.[4]
C.    Hukum Pasar Modal
Para ahli fiqh kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperjualbelikan surat berharga di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram. Ruang lingkup keharaman dapat ditinjau baik dari segi zatnya (haram li dzatihi) maupun selain zatnya (haram li ghairihi). Dalil-dalil yang mengharapkan jual beli efek perusahaan seperti ini adalah semua dalil yang mengharamkan semua kegiatan haram tersebut. Begitu pula meskipun perusahaan publik (emiten) bergerak di bidang usaha halal, namun dari kalangan ulama masih dijumpai adanya keberagaman pendapat. Di antaranya misalnya: As-Sabhani dalam kitab: Al-Buyu' Al-Qadimah wa al-Mu'ashirah wa Al-Burshat al-Mahalliyyah wa Ad-Duwaliyyah; An-Nabhani; dalam kitab: an-Nizham al-Iqtishadi fi-Islam an-Nizham al-Iqtishadi fi Al-Islam; Dan Ali As-Salus dalam kitab: Mausu'ah Al-Qadhaya al-Fiqhiyah al-Mu'ashirah wa al-Iqtishad al-Islami. Kegiatannya sama-sama menyoroti bentuk badan usaha (PT) yang sesungguhnya dalam beberapa hal akadnya perlu dibenahi. Karena itu sebelum dilakukan penyaringan (scening) dari segi usaha perusahaan, apakah telah memenuhi persyaratan sebagai perseroan Islami (syirkah Islamiyah) ataukah belum.[5]
D.    Pasar Modal Syariah
Pasar modal syariah adalah pasar modal yang didalamnya ditransaksikan instrumen keuangan atau modal yang sesuai dengan syariat Islam dan dengan cara yang dilandaskan syariat pula atau pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariat antara lain melarang setiap transaksi yang mengandung unsur ketidak jelasan dan insrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal.
Pasar modal syariah adalah suatu pasar di mana seluruh mekanisme kegiatannya (terutama mengenai emiten, jenis efek yang diperdagangkan dan mekanisme perdagangannya) telah memenuhi prinsip-prinsip Islam, kini semakin berkembang di Indonesia. Perkembangan pasar modal Syariah dimulai sejak PT. Dana reksa Investment Management menerbitkan instrumen reksa dana syariah dengan nama Dana reksa Syariah pada 3 Juli 1997. Tiga tahun kemudian, Bursa Efek Indonesia (BEI) bekerja sama dengan PT. Danareksa Investment Management meluncurkan Jakarta Islamik Index (JII) yang dapat digunakan sebagai acuan untuk estasi pada emiten-emiten yang jenis usaha maupun performa keuangannya tidak bertentangan dengan prinsip Islam. 
Perbedaan Pasar Modal Konvensional dan Syariah adalah: Indeks konvensional, meneruskan seluruh saham yang tercatat di bursa dengan mengabaikan aspek halal haram, yang penting saham emiten yang terdaftar sudah sesuai dengan aturan yang berlalu. Sedangkan Indeks Islam, indeks yang berdasarkan syariat islam, saham-saham yang masuk dalam indeks syariah adalah emiten yang kegiatan usahanya tidak bertentangan dengan syariah.
Jakarta Islamic Index atau biasa disebut JII adalah salah satu indeks saham yang ada di Indonesia yang menghitung index harga rata-rata saham untuk jenis saham-saham yang memenuhi kriteria syariah. Pembentukan JII tidak lepas dari kerja sama antara Pasar Modal Indonesia (dalam hal ini PT Bursa Efek Jakarta) dengan PT Danareksa Invesment Management (PT DIM). JII telah dikembangkan sejak tanggal 3 Juli 2000. Pembentukan instrumen syariah ini untuk mendukung pembentukan Pasar Modal Syariah yang kemudian diluncurkan di Jakarta pada tanggal 14 Maret 2003. Mekanisme Pasar Modal Syariah meniru pola serupa di Malaysia yang digabungkan dengan bursa konvensional seperti Bursa Efek Jakarta dan Bursa Efek Surabaya. Setiap periodenya, saham yang masuk JII berjumlah 30 (tiga puluh) saham yang memenuhi kriteria syariah. JII menggunakan hari dasar tanggal 1 Januari 1995 dengan nilai dasar 100. Tujuan pembentukan JII adalah untuk meningkatkan kepercayaan investor untuk melakukan investasi pada saham berbasis syariah dan memberikan manfaat bagi pemodal dalam menjalankan syariah Islam untuk melakukan investasi di bursa efek. JII juga diharapkan dapat mendukung proses transparansi dan akuntabilitas saham berbasis syariah di Indonesia. JII menjadi jawaban atas keinginan investor yang ingin berinvestasi sesuai syariah.[6]
1.      Jenis Efek Syariah
a.     Efek Syariah mencakup Saham Syariah, Obligasi Syariah, Reksa Dana Syariah, Kontrak Investasi Kolektif Efek Beragun Aset (KIK EBA) Syariah, dan surat berharga lainnya yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
b.    Saham Syariah adalah bukti kepemilikan atas suatu perusahaan yang memenuhi kriteria sebagaimana tercantum dalam pasal 3, dan tidak termasuk saham yang memiliki hak hak istimewa.
c.     Obligasi Syariah adalah surat berharga jangka panjang berdasarkan Prinsip Syariah yang dikeluarkan Emiten kepada pemegang Obligasi Syariah yang mewajibkan Emiten untuk membayar pendapatan kepada pemegang Obligasi Syariah berupa bagi hasil/margin/fee serta membayar kembali dana obligasi pada saat jatuh tempo.
d.    Reksa Dana Syariah adalah Reksa Dana yang beroperasi menurut ketentuan dan prinsip Syariah Islam, baik dalam bentuk akad antara pemodal sebagai pemilik harta (shahib al-mal/rabb al-mal) dengan Manajer Investasi, begitu pula pengelolaan dana investasi sebagai wakil shahib al-mal, maupun antara Manajer Investasi sebagai wakil shahib amal dengan pengguna investasi.
e.    Efek Beragun Aset Syariah adalah Efek yang diterbitkan oleh kontrak investasi kolektif EBA Syariah yang portofolionya terdiri dari aset keuangan berupa tagihan yang timbul dari surat berharga komersial, tagihan yang timbul di kemudian hari, jual beli pemilikan aset fisik oleh lembaga keuangan, Efek bersifat investasi yang dijamin oleh pemerintah, sarana peningkatan investasi/arus kas serta aset keuangan setara, yang sesuai dengan Prinsip-prinsip Syariah.
f.     Surat berharga komersial Syariah adalah surat pengakuan atas suatu pembiayaan dalam jangka waktu tertentu yang sesuai dengan Prinsip-prinsip syariah.[7]


2.      Prinsip-Prinsip Pada Pasar Modal Syariah
Prinsip syariah merupakan kesesuaian dengan sistem syariah yang ada yang meliputi tidak diperkenankan bertransaksi barang dan jasa yang diharamkan seperti riba, maysir dan gharar. Oleh karena itu jika ada perusahaan atau bank umum yang membuat atau mendistribusikan barang atau jasa ynag haram, maka tidak termasuk kedalam (daftar) pasar modal syariah.
Adapun prinsip pasar modal syariah adalah:
a.       Instrumen atau atau efek diperjual belikan harus sejalan dengan prinsip syariah yang terbebas dari unsur riba, maysir dan gharar (ketidakpastiaan).
b.      Emiten yang mengeluarkan efek syariah bauk berupa saham ataupun sukuk harus mentaati semua peraturan syariah.
c.       Semua efek harus berbasis pada harta atau transaksi riil, bukan mengharapkan keuntungan dari kontrak utang piutang.
d.      Semua transaksi tidak mengandung gharar atau spekulasi.[8]








BAB III
KESIMPULAN
A.    Kesimpulan
1.      Pasar modal secara umum dapat diidentikkan dengan sebuah tempat di mana modal diperdagangkan antara pihak yang memiliki kelebihan modal (investor) dengan orang yang membutuhkan modal untuk mengembangkan investasi.
2.      Pasar modal di Indonesia yang sekarang ini kita kenal sebenarnya sudah ada sejak jaman pemerintahan kolonial belanda mendirikan pasar modal. Pada waktu itu adalah untuk menghimpun dana guna menunjang ekspansi usaha perkebunan milik orang-orang belanda di Indonesia. Para investor yang berkecimpung di bursa efek pada waktu itu adalah orang-orang hindia belanda dan eropa lainnya. Munculnya pasar modal di Indonesia secara resmi diawali dengan didirikan vreniging voor de effectenhandel di Jakarta pada tanggal 14 desember 1912. Perkembangan pasar modal di Jakarta pada waktu itu cukup menggembirakan, sehingga pemerintah kolonial belanda terdorong untuk membuka bursa efek di kota lainnya, yaitu Surabaya pada tanggal 1 januari 1925 dan di semarang pada tanggal 1 Agustus 1925.
3.      Para ahli fiqh kontemporer sepakat, bahwa haram hukumnya memperjualbelikan surat berharga di pasar modal dari perusahaan yang bergerak di bidang usaha yang haram.
4.      Pasar modal syariah adalah pasar modal yang didalamnya ditransaksikan instrumen keuangan atau modal yang sesuai dengan syariat Islam dan dengan cara yang dilandaskan syariat pula atau pasar modal yang menerapkan prinsip-prinsip syariat antara lain melarang setiap transaksi yang mengandung unsur ketidak jelasan dan insrumen yang diperjualbelikan harus memenuhi kriteria halal.

DAFTAR PUSTAKA
Advendi dan Kartika S, Elsi, Hukum Dalam Ekonomi(Edisi II-Rev), 2013.
al-Kahalidi, Dr. Mahmud, Iqtishaduna: Mafahim Islamiyyah Mustanirah, Yordania: Mutammadah, 2005.
DM, Chanceda, Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas, 2011.
Huda, Nurul dan Nasution, Mustafa, Edwin, Investasi Pada Pasar Modal Syariah, Jakarta: Kencana, 2008.
Mulyaningsih, Yani,Kriteria Investasi Syariah Dalam Kontek Kekinian,Yogyakarta:Kreasi Wacana, 2008.
Soemitra, M.A, Andri,Bank dan Lembaga Keuangan Syariat,Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009
Surya, IndraAspek Hukum PASAR MODAL INDONESI, Jakarta: Prenata Media, 2004



[1]Indra Surya, Aspek Hukum PASAR MODAL INDONESI (Jakarta: Prenata Media, 2004), h. 13.
[2]Http://pasarmdl.blogspot.com/
[3]Chanceda DM, Pengaruh Manajemen Laba Terhadap Biaya Modal Ekuitas, 2011. h. 85
[4]Advendi dan Elsi Kartika S, Hukum Dalam Ekonomi(Edisi II-Rev), 2013.
[5] Dr. Mahmud al-Kahalidi, Iqtishaduna: Mafahim Islamiyyah Mustanirah (Yordania: Mutammadah, 2005), h. 375.
[6]Andri Soemitra,M.A.,Bank dan Lembaga Keuangan Syariat (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009), h. 12.
[7]Nurul Huda dan Edwin Mustafa Nasution, Investasi Pada Pasar Modal Syariah (Jakarta: Kencana, 2008), h. 76.
[8]Yani Mulyaningsih, Kriteria Investasi Syariah Dalam Kontek Kekinian (Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2008), h. 132.

1 komentar: