Minggu, 30 Juli 2017

Makalah Hukum Waris Islam di Indonesia



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah satu Negara bekas jajahan Hindia Belanda yang beraneka ragam Suku, Bangsa, Bahasa dan Budaya serta Agama. Mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak dimiliki oleh Negara lain, karena beraneka ragam Suku dan Adat istiadat inilah maka mengenai sistem hukum yang berlakupun berbeda-beda, hal ini disebabkan karena adanya sifat kekeluargaan, golongan-golongan yang masih dipengaruhi dan ditentukan oleh corak warisan dari Kolonil Belanda, sehingga hukum waris di Indonesia masih beranekaragam.
Permasalahan hukum kewarisan Islam sangat luas, meliputi ruang lingkup kehidupan manusia dan masyarakat dari persoalan anak yang masih dalam kandungan sampai meninggal dunia, kematian seseorang membawa pengaruh akibat hukum kepada diri, keluarga da masyarakat serta lingkungan sekitarnya.
Dalam hukum waris yang ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum terjadi infikasi hukum, sehingga keberagaman atau masalah pewarisan tidak bisa dihindarkan. Dalam agama Islam telah mengatur segala sisi kehidupan manusia, dalam hal berkaitan dengan peralihan harta yang ditinggalkan seseorang, setelah seseorang tersebut meninggal dunia.
Syari`at Islam menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil, di dalamnya ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan dengan cara yang legal. Syari`at Islam juga menetapkan hak pemindahan kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan, besar dan kecilnya.
Al-Qur`an menjelaskan dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa mengabaikan hak seorangpun. Bagian yang harus diterima semua dijelaskan sesuai kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai Ayah, Ibu, Anak, Kakek, Nenek, Suami, Isteri, Paman, Cucu atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau seibu.
Oleh karena itu, al-Qur`an merupakan acuan yang utama hukum dan penentuan pembagian waris, sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadis Rasulullah saw dan ijma` para ulama sangatlah sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan Syari`at Islam sedikit sekali ayat al-Qur`an yang merinci suatu hukum secara detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan merupakan salah satu bentuk  kepemilikan yang legal dan dibenarkan Allah swt. Di samping bahwa harta merupakan tonggak penegak kehidupan baik bagi individu maupun  kelompok masyarakat.
B.     Rumusan Permasalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusa masalah yang dapat diuraikan yaitu sebagai berikut:
1.      Bagaimanakah hukum waris Islam di Indonesia?
2.      Bagaimanakah pembagian warisan dalam masyarakat Islam di Indonesia?
C.    Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan makalah ini sesuan dengan rumusan masalah di atas yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui tentang hukum waris Islam di Indonesia.
2.      Untuk mengetahui dan memahami pelaksanaan pembagian warisan dalam masyarakat Islam di Indonesia.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Hukum Waris Islam di Indonesia
Agama Islam mengatur cara pewarisa berdasarkan keadilan antara kepentingan anggota keluarga, kepentingan Agama dan kepentigan masyarakat. Hukum Islam tidak hanya memberi warisan kepada pihak suami atau isteri saja, tetapi juga member warisan kepada keturunan kedua suami isteri itu, baik secara garis lurus ke bawah, garis lurus ke atas, atau garis lurus ke samping, baik laki-laki atau perempuan. Dengan demikian, hukum waris Islam bersifat individual.
Prinsip-prinsip yang mendasari hukum waris Islam yaitu:
1.      Hukum waris Islam tidak memberikan kebebasan penuh kepada seseorang untuk mengosongkan harta peninggalanya dengan jalan wasiat pada orang yang disayangnya.
2.      Hukum waris Islam cenderung membagikan harta warisan kepada ahli waris dalam jumlah yang berhak diterimanya utuk dimiliki secara perorangan menurut kadar bagian masing-masing, baik harta yang ditinggalkannya itu sediri atau banyak jumlahnya.
Karakteristik hukum kewarisan Islam yaitu:
1.      Perolehan perseorangan ahli waris
Perolehan yang diperuntukkan bagi perseoranga yaitu bagian tertentu bagi orang-orang tertentu dalam keadaan tertentu.
2.      Variasi pengurangan perolehan ahli waris
Variasi pengurangan perolehan terjadi karena adanya orang-orang tertentu memperoleh bagian yang tertentu atau kehadiran dzawul furud lainnya.
3.      Metode penyelesaian pembagian warisa
Adanya metode penyelsaian yang dikenal dengan auld an rad.
Membicarakan mengenai pembagian harta warisan selalu menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat muslim Indonesia. Sebagaimana diketahui dalam hukum Islam, pembagian warisan sudah ditetapkan bagiannya di dalam al-Qur`an. Bahka hal yang menjadi polemic adalah laki-laki mendapat dua bagian dan perempuan mendapat satu bagian.
Pada era modern ini, banyak wanita yang mejaga kehormatan keluarga dengan menjadi tulang punggung keluarga. Maka pembagian laki-laki 2:1 ini menjadi pertanyaan yang menimbulkan pro dan kontra. Pembagian warisan dalam masyarakat Indonesia pada mulanya sesuai dengan hukum adat masing-masing suku.
Pada masyarakat muslim Indonesia pembagian warisa tidak ada yang sama, ada yang memakai hukum Islam, dan ada yang memakai hukum adat, bahkan ada yang menggabungkan keduanya yaitu memakai hukum Islam dan hukum adat. Praktik pembagian yang tidak seragam ini karena beberapa hal diantanya: kekukuhan memegang hukum adat, kekukuhan dalam memegang hukum Islam, menganggap tidak adil dalam pembagian sesuai hukum Islam, tidak mau repot dalam pembagian/kepraktisan. Pertanyaannya ketika hukum adat dianggap lebih adil dalam pembagian harta warisan dibandingkan hukum Islam, hal ini menimbulkan respon negatif. Satu sisi menganggap Islam tidak adil itu salah, satu sisi masyarakat yang bersikukuh memegang hukum waris Islam merasa berdosa jika tidak melaksanakannya. Dalam hal ini memerluka penafsiran yang lebih dalam lagi. Bahkan leadilan itu relatif berdasarkan adat masing-masing daerah dan terkait dengan sistem kekerabatan.
B.     Pembagian Warisan Dalam Masyarakat Islam di Indonesia
1.      Pembagian Warisan Sebelum Pewaris Meninggal Dunia
Terdapat 3 (tiga) jenis harta yaitu harta pemberian (hibah), harta warisan dan harta wasiat.
a.       Harta pemberian (hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang secara cuma-Cuma pada masa hidupnya.
b.      Harta warisan, meurut ulamat faraid adalah harta yang ditinggalkan oleh mayit. Jadi harta yang pemiliknya masih hidup bukanlah harta warisan, sehingga hukumnya berbeda dengan hukum harta warisan.
c.       Harta wasiat adalah harta yang diwasiatkan seseorang sebelum meninggal dunia dan seseorang tersebut baru berhak menerimanya setelah yang memberi wasiat meninggal dunia.
Ketiga istilah di atas masing-masing mempunyai hukum tersendiri dan dengan dasar perbedaan tersebut, pembahasan kewarisa sebelum pewaris meninggal dunia dapat dijelaskan sebagai berikut:
a.       Pembagian harta dalam keadaan sehat
Pembagia harta dilakukan dalam keadaan sehat artinya tidak dalam keadaa sakit yang menyebabkan kematian, maka pembagian atau pemberian tersebut disebut hibah (harta pemberian), bukan pembagia harta warisan dan hukumnya boleh.
b.      Pembagian dilakukan dalam keadaan sakit berat yang kemungkinan akan berakibat kematian.
Para ulama berbeda pendapat dalam menyingkapinya, tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa hal tersebut bukanlah termasuk kategori hibah, tetapi sebagai wasiat, sehingga harus memperhatikan ketentuannya yaitu:
1)      Dia tidak boleh berwasiat kepada ahli waris seperti anak, isteri, saudara, karena mereka sudah mendapatkan jatah dari harta warisan, tetapi membolehkan berwasiat kepada kerabat yang membutuhkan.
2)      Boleh berwasiat kepada orang lain yang bukan kerabat dan keluarga selama itu membawa maslahah.
3)      Wasiat tidak boleh lebih sepertiga dari keseluruhan harta yang dimilikinya.
4)      Wasiat itu berlaku ketika pemberi wasiat sudah meninggal dunia.
Pembagian warisan sebelum pewaris meninggal dunia biasanya dilakukan oleh orang kaya yang merasa dirinya sudah lajut usia, sedagkan ia mempuyai anak-anak yang dewasa dan bahka sudah berkeluarga. Tujuan dari pembagian harta sebelum pewaris meninggal adalah agar harta tersebut dapat dijadikan modal bagi anak-anaknya dalam membangun keluarga masing-masing. Pembagian warisa sebelum pewaris meinggal dunia dilakukan melalui jalur musyawarah denga anak-anaknya yag lain, sehingga tidak terjadi sengketa para ahli waris di kemudia hari setelah ia meinggal dunia.
Pembagia biasa dilakukan dengan menunjukkan secara langsung jenis harta yang aka dibagi untuk terus dimiliki oleh anak-anaknya secara terus-menerus. Calon pewaris itu tetap menyisihkan sebagia hartanya untuk menunjang hidup orang tuanya sampai ia meninggal dunia. Bagi orang yang kurang mampu, penunjukan jenis harta tersebut hanyalah sebagai pemilikan yang bersyarat, yakni hasilnya tetap dimanfaatkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, penunjuka jenis harta belum menjadi milik calon ahli waris secara penuh, dan oleh karenanya tidak bisa dijual atau digadaikan.
Penunjukan sejumlah harta kepada ahli waris biasanya dengan sepengetahuan para ahli waris itu sendiri. Penunjukan pembagian harta tersebut dilakukan setelah jelasnya jumlah kekayaan, silsilah dan para ahli waris yang berhak. Apabila terdapat sisa harta yang tidak dibagikan kepada para ahli waris, maka akan dibagikan berdasarkan hukum faraidh setelah calon pewaris meninggal dunia. Pelaksanaan pembagian warisan dengan hukum faraidh dilakukan oleh seorang yang memahami ilmu faraidh. Jika harta warisa sudah dipersengketakan, maka pembagian dilakukan oleh Pengadilan Agama.
2.      Pembagian Warisan Sesudah Pewaris Meninggal Dunia
Jika seorang pewaris telah meninggal dunia, berdasarkan hukum Islam, harta warisan baru dapat dibagikan bila telah diselesaikan hak-hak yang berkaitan dengan tajhiz mayit, penyelesaian hutang si mayit dan pelaksanaan wasiat. Dikalangan masyarakat Aceh, harta warisan juga diambil untuk keperlua biaya kenduri selama beberapa hari masa tahlilan. Sebagian masyarakat jika yang meninggal salah seorang dari orang tua, biasanya harta warisan itu belum dibagikan. Harta berada di bawah pengawasan si ibu (janda) bila ayah yang meninggal. Demikian pula sebaliknya, harta berada di bawah pegawasan si ayah jika ibu meninggal, kecuali harta itu hanya sedikit dan biasanya langsung diserahkan kepada anak-anak selaku ahli waris sebagai modal untuk membina keluarga mereka masing-masing. Jika kedua orang tua sudah meninggal, barulah harta itu difaraidhkan.
Adapun cara pembagiannya adalah berdasarkan ketentuan hukum Islam. Pada waktu pembagian warisan biasanya hadir pula kerabat selain ahli waris atau ahli waris yang terhijab untuk menerima warisan. Menurut adat Aceh, mereka juga diberikan bagian dari harta warisan walaupun jumlahnya sedikit, karena mereka tidak memiliki hak untuk mewarisi. Pemberian semacam ini juga diberikan kepada anak angkat walaupun bukan hak sebagai ahli waris.
Jika orang tua (ayah) tidak membagi semua hartanya pada waktu ia masih hidup dan tidak ada wasiat, maka pembagian warisan tergantung kepada beberapa situasi. Pertama, jika semua anak bersaudara kandung atau memiliki saudara seayah, maka pembagian warisan biasanya dilakukan pada hari-hari yang disepakati, seperti  hari ke-7, ke-10 atau hari lainnya. Demikian pula jika anak-anaknya telah dewasa baik telah kawin maupun telah mempunyai pekerjaan sendiri. Kedua, jika anak-anaknya masih kecil, maka kesatuan harta warisan biasanya dipertahankan di bawah pengawasan ibu. Jika ibu sudah meinggal, maka harta warisan berada di bawah pengawasan saudara ayah.
Pengawasan harta warisan kadang juga dilakukan oleh saudara ibu. Harta warisan baru akan dibagi setelah mereka dewasa atau setelah kawin. Faktor penyebab tidak dibaginya harta warisan adalah adanya tanggung jawab pemeliharaan anak yang masih kecil. Jika semua anak telah dewasa dan mereka cukup berpengetahuan, maka pembagian warisan biasanya dilakukan secara kekeluargaan antara sesame ahli waris tanpa melibatkan pihak luar. Mereka hanya memberi tau kepala desa atau pihak lain sebagai saksi atau hanya sekedar memberitau saja bahwa pembagian warisa telah terjadi. Akan tetapi, jika pegetahuan anak-anak tidak memahami tentang ilmu faraidh, maka mereka mengundang kerabat lainya untuk membagikan harta warisan.
Harta warisan kadang-kadang sangat lambat dibagikan dan bahkan ada yang meninggalnya pewaris berlapis-lapis. Keterlambatan ini kadang-kadang menyulitkan pembagian warisan. Kadang-kadang banyak masyarakat yang menunda pembagian warisan disebabkan masih kecilnya anak-anak yang ditinggalkan pewaris. Harta warisan biasanya dipergunakan untuk membiayai keperluan hidup baik keperluan sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
3.      Penyelesaian Pembagian Warisan
Pada masyarakat Aceh umumnya menyelesaikan pembagian warisan melalui dua cara, yaitu melalui musyawarah dan melalui Pengadilan Agama. Upaya musyawarah dilakukan dalam rangka menjaga kehormatan keluarga, karena penyelesaian melalui Pengadilan Agama akan membuat hubungan keluarga menjadi renggang. Pembagian melalui musyawarah memungkinkan untuk tidak megikuti ketentuan faraidh. Oleh karena itu, kemungkinan laki-laki memiliki bagian yang sama dengan perempuan dalam memperoleh harta warisan.
            Pembagian warisan selalu diusahakan secara damai dan kekeluargaan antara sesama ahli waris yang berhak menerimanya. Pembagian secara damai biasanya melibatkan kerabat dekat dan kerabat jauh. Apabila sesame kerabat belum ampu menyelesaikan pembagian warisan, maka akan dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat. Pembagian warisan yang dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat ini tidak mutlak berdasarkan pada ketetuan faraidh. Oleh karena itu, pembagian sangat tergantung kepada kesepakatan para ahli waris.
            Pembagian warisan secara musyawarah kadang-kadang membuat bagian anak perempuan disamakan dengan bagian anak laki-laki. Pembagian yang sama antara anak laki-laki dan perempuan tidak bertentangan dengan hukum Islam bila didasarkan atas dasar musyawarah. Syari`at Islam menetapka bahwa musyawarah adalah bentuk penyelesaian urusan yang paling baik.
            Apabila pembagian berdasarkan jalur musyawarah tidak mungkin dilaksanaka, maka pembagian berdasarkan faraidh dilakukan oleh tokoh masyarakat. Warisan biasaya langsung dibagikan di hadapan tokoh masyarakat dengan memilah dan menunjukkan harta yang akan dibagikan baik secara fisik maupun secara perhitungan kepada ahli waris yang berhak menerimanya.
            Jika pembagian warisan dengan cara yang ditempuh tokoh masyarakat belum memuaskan para ahli waris, maka biasanya persoalan ini akan dibawa ke Pengadilan Agama. Penyelesaian melalui Peradilan Agama sebenarnya tiak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh tokoh masyarakat, karena hukum yang diterapkan adalah hukum kewarisan Islam (faraidh). Pembagian warisan melalui pengadilan sering membuat hubungan keluarga menjadi renggang. Oleh karena itu, pembagian warisan melalui Pengadilan Agama merupakan jalan terakhir bila upaya musyawarah sesama ahli waris tidak mungkin dilakukan.

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
1.      Hukum Waris Islam di Indonesia
Agama Islam mengatur cara pewarisa berdasarkan keadilan antara kepentingan anggota keluarga, kepentingan Agama dan kepentigan masyarakat. Membicarakan mengenai pembagian harta warisan selalu menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat muslim Indonesia. Pada masyarakat muslim Indonesia pembagian warisa tidak ada yang sama, ada yang memakai hukum Islam, dan ada yang memakai hukum adat, bahkan ada yang menggabungkan keduanya yaitu memakai hukum Islam dan hukum adat.
2.      Pembagian Warisan Dalam Masyarakat Islam di Indonesia
a.       Pembagian Warisan Sebelum Pewaris Meninggal Dunia
Pembagian warisan sebelum pewaris meninggal dunia biasanya dilakukan oleh orang kaya yang merasa dirinya sudah lajut usia, sedagkan ia mempuyai anak-anak yang dewasa dan bahka sudah berkeluarga. Tujuan dari pembagian harta sebelum pewaris meninggal adalah agar harta tersebut dapat dijadikan modal bagi anak-anaknya dalam membangun keluarga masing-masing. Pembagian warisa sebelum pewaris meinggal dunia dilakukan melalui jalur musyawarah denga anak-anaknya yag lain. Pembagia biasa dilakukan dengan menunjukkan secara langsung jenis harta yang aka dibagi untuk terus dimiliki oleh anak-anaknya secara terus-menerus. Bagi orang yang kurang mampu, penunjukan jenis harta tersebut hanyalah sebagai pemilikan yang bersyarat, yakni hasilnya tetap dimanfaatkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, penunjuka jenis harta belum menjadi milik calon ahli waris secara penuh, dan oleh karenanya tidak bisa dijual atau digadaikan. Penunjukan sejumlah harta kepada ahli waris biasanya dengan sepengetahuan para ahli waris itu sendiri. Penunjukan pembagian harta tersebut dilakukan setelah jelasnya jumlah kekayaan. Apabila terdapat sisa harta yang tidak dibagikan kepada para ahli waris, maka akan dibagikan berdasarkan hukum faraidh setelah calon pewaris meninggal dunia.
b.      Pembagian Warisan Sesudah Pewaris Meninggal Dunia
Jika seorang pewaris telah meninggal dunia, berdasarkan hukum Islam, harta warisan baru dapat dibagikan bila telah diselesaikan hak-hak yang berkaitan dengan tajhiz mayit, penyelesaian hutang si mayit dan pelaksanaan wasiat. Pada waktu pembagian warisan biasanya hadir pula kerabat selain ahli waris atau ahli waris yang terhijab untuk menerima warisan. Warisa juga diberikan kepada anak angkat walaupun bukan hak sebagai ahli waris. Harta warisan kadang-kadang sangat lambat dibagikan dan bahkan ada yang meninggalnya pewaris berlapis-lapis. Keterlambatan ini kadang-kadang menyulitkan pembagian warisan. Kadang-kadang banyak masyarakat yang menunda pembagian warisan disebabkan masih kecilnya anak-anak yang ditinggalkan pewaris. Harta warisan biasanya dipergunakan untuk membiayai keperluan hidup baik keperluan sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
c.       Penyelesaian Pembagian Warisan
Pada umumnya menyelesaikan pembagian warisan melalui dua cara, yaitu melalui musyawarah dan melalui Pengadilan Agama. Upaya musyawarah dilakukan dalam rangka menjaga kehormatan keluarga, karena penyelesaian melalui Pengadilan Agama akan membuat hubungan keluarga menjadi renggang. Pembagian melalui musyawarah memungkinkan laki-laki memiliki bagian yang sama dengan perempuan dalam memperoleh harta warisan. Apabila pembagian berdasarkan jalur musyawarah tidak mungkin dilaksanaka. Maka biasanya persoalan ini akan dibawa ke Pengadilan Agama.

DAFTAR PUSTAKA

Ramulyo, Idris, Perbandingan Hukum Kewarisa Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Islam,
1992
Usman, Suparma, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Gama Media
Pratama, 1992.
Rifa`i, Muhammad, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: Karya Toha Putra, 2008.
Sajuti, Thalib,  Hukum Kewarisan Islam di Indonesia,Jakarta: Bina Aksara,1982.
Syahrizal, Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia, Batuphat-Lhokseumawe:
Nadiya Fondation, 2004.

1 komentar:

  1. KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH

    DARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.

    Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....

    BalasHapus