BAB
I
PENDAHULUAN
A. Latar
Belakang Masalah
Indonesia sebagai salah
satu Negara bekas jajahan Hindia Belanda yang beraneka ragam Suku, Bangsa,
Bahasa dan Budaya serta Agama. Mempunyai ciri khas tersendiri yang tidak
dimiliki oleh Negara lain, karena beraneka ragam Suku dan Adat istiadat inilah
maka mengenai sistem hukum yang berlakupun berbeda-beda, hal ini disebabkan
karena adanya sifat kekeluargaan, golongan-golongan yang masih dipengaruhi dan
ditentukan oleh corak warisan dari Kolonil Belanda, sehingga hukum waris di
Indonesia masih beranekaragam.
Permasalahan hukum
kewarisan Islam sangat luas, meliputi ruang lingkup kehidupan manusia dan
masyarakat dari persoalan anak yang masih dalam kandungan sampai meninggal
dunia, kematian seseorang membawa pengaruh akibat hukum kepada diri, keluarga
da masyarakat serta lingkungan sekitarnya.
Dalam hukum waris yang
ada dan berlaku di Indonesia sampai saat ini masih belum terjadi infikasi
hukum, sehingga keberagaman atau masalah pewarisan tidak bisa dihindarkan.
Dalam agama Islam telah mengatur segala sisi kehidupan manusia, dalam hal
berkaitan dengan peralihan harta yang ditinggalkan seseorang, setelah seseorang
tersebut meninggal dunia.
Syari`at Islam
menetapkan aturan waris dengan bentuk yang sangat teratur dan adil, di dalamnya
ditetapkan hak kepemilikan harta bagi setiap manusia, baik laki-laki maupun
perempuan dengan cara yang legal. Syari`at Islam juga menetapkan hak pemindahan
kepemilikan seseorang sesudah meninggal dunia kepada ahli warisnya, dari
seluruh kerabat dan nasabnya, tanpa membedakan antara laki-laki dan perempuan,
besar dan kecilnya.
Al-Qur`an menjelaskan
dan merinci secara detail hukum-hukum yang berkaitan dengan hak kewarisan tanpa
mengabaikan hak seorangpun. Bagian yang harus diterima semua dijelaskan sesuai
kedudukan nasab terhadap pewaris, apakah dia sebagai Ayah, Ibu, Anak, Kakek,
Nenek, Suami, Isteri, Paman, Cucu atau bahkan hanya sebatas saudara seayah atau
seibu.
Oleh karena itu,
al-Qur`an merupakan acuan yang utama hukum dan penentuan pembagian waris,
sedangkan ketetapan tentang kewarisan yang diambil dari hadis Rasulullah saw
dan ijma` para ulama sangatlah sedikit. Dapat dikatakan bahwa dalam hukum dan
Syari`at Islam sedikit sekali ayat al-Qur`an yang merinci suatu hukum secara
detail dan rinci, kecuali hukum waris ini. Hal demikian disebabkan kewarisan
merupakan salah satu bentuk kepemilikan
yang legal dan dibenarkan Allah swt. Di samping bahwa harta merupakan tonggak
penegak kehidupan baik bagi individu maupun kelompok masyarakat.
B. Rumusan
Permasalah
Berdasarkan latar
belakang masalah di atas, maka rumusa masalah yang dapat diuraikan yaitu
sebagai berikut:
1.
Bagaimanakah
hukum waris Islam di Indonesia?
2.
Bagaimanakah
pembagian warisan dalam masyarakat Islam di Indonesia?
C. Tujuan
Penulisan
Tujuan penulisan
makalah ini sesuan dengan rumusan masalah di atas yaitu sebagai berikut:
1.
Untuk
mengetahui tentang hukum waris Islam di Indonesia.
2.
Untuk
mengetahui dan memahami pelaksanaan pembagian warisan dalam masyarakat Islam di
Indonesia.
BAB
II
PEMBAHASAN
A. Hukum
Waris Islam di Indonesia
Agama Islam mengatur
cara pewarisa berdasarkan keadilan antara kepentingan anggota keluarga,
kepentingan Agama dan kepentigan masyarakat. Hukum Islam tidak hanya memberi
warisan kepada pihak suami atau isteri saja, tetapi juga member warisan kepada
keturunan kedua suami isteri itu, baik secara garis lurus ke bawah, garis lurus
ke atas, atau garis lurus ke samping, baik laki-laki atau perempuan. Dengan
demikian, hukum waris Islam bersifat individual.
Prinsip-prinsip yang
mendasari hukum waris Islam yaitu:
1.
Hukum
waris Islam tidak memberikan kebebasan penuh kepada seseorang untuk
mengosongkan harta peninggalanya dengan jalan wasiat pada orang yang
disayangnya.
2.
Hukum
waris Islam cenderung membagikan harta warisan kepada ahli waris dalam jumlah
yang berhak diterimanya utuk dimiliki secara perorangan menurut kadar bagian
masing-masing, baik harta yang ditinggalkannya itu sediri atau banyak
jumlahnya.
Karakteristik hukum
kewarisan Islam yaitu:
1.
Perolehan
perseorangan ahli waris
Perolehan
yang diperuntukkan bagi perseoranga yaitu bagian tertentu bagi orang-orang
tertentu dalam keadaan tertentu.
2.
Variasi
pengurangan perolehan ahli waris
Variasi
pengurangan perolehan terjadi karena adanya orang-orang tertentu memperoleh
bagian yang tertentu atau kehadiran dzawul furud lainnya.
3.
Metode
penyelesaian pembagian warisa
Adanya
metode penyelsaian yang dikenal dengan auld an rad.
Membicarakan mengenai
pembagian harta warisan selalu menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat
muslim Indonesia. Sebagaimana diketahui dalam hukum Islam, pembagian warisan
sudah ditetapkan bagiannya di dalam al-Qur`an. Bahka hal yang menjadi polemic
adalah laki-laki mendapat dua bagian dan perempuan mendapat satu bagian.
Pada era modern ini,
banyak wanita yang mejaga kehormatan keluarga dengan menjadi tulang punggung
keluarga. Maka pembagian laki-laki 2:1 ini menjadi pertanyaan yang menimbulkan
pro dan kontra. Pembagian warisan dalam masyarakat Indonesia pada mulanya
sesuai dengan hukum adat masing-masing suku.
Pada masyarakat muslim
Indonesia pembagian warisa tidak ada yang sama, ada yang memakai hukum Islam,
dan ada yang memakai hukum adat, bahkan ada yang menggabungkan keduanya yaitu
memakai hukum Islam dan hukum adat. Praktik pembagian yang tidak seragam ini
karena beberapa hal diantanya: kekukuhan memegang hukum adat, kekukuhan dalam
memegang hukum Islam, menganggap tidak adil dalam pembagian sesuai hukum Islam,
tidak mau repot dalam pembagian/kepraktisan. Pertanyaannya ketika hukum adat
dianggap lebih adil dalam pembagian harta warisan dibandingkan hukum Islam, hal
ini menimbulkan respon negatif. Satu sisi menganggap Islam tidak adil itu
salah, satu sisi masyarakat yang bersikukuh memegang hukum waris Islam merasa
berdosa jika tidak melaksanakannya. Dalam hal ini memerluka penafsiran yang
lebih dalam lagi. Bahkan leadilan itu relatif berdasarkan adat masing-masing
daerah dan terkait dengan sistem kekerabatan.
B. Pembagian
Warisan Dalam Masyarakat Islam di Indonesia
1. Pembagian
Warisan Sebelum Pewaris Meninggal Dunia
Terdapat 3 (tiga) jenis
harta yaitu harta pemberian (hibah), harta warisan dan harta wasiat.
a.
Harta
pemberian (hibah) adalah harta yang diberikan oleh seseorang secara cuma-Cuma
pada masa hidupnya.
b.
Harta
warisan, meurut ulamat faraid adalah harta yang ditinggalkan oleh mayit. Jadi
harta yang pemiliknya masih hidup bukanlah harta warisan, sehingga hukumnya
berbeda dengan hukum harta warisan.
c.
Harta
wasiat adalah harta yang diwasiatkan seseorang sebelum meninggal dunia dan
seseorang tersebut baru berhak menerimanya setelah yang memberi wasiat
meninggal dunia.
Ketiga istilah di atas
masing-masing mempunyai hukum tersendiri dan dengan dasar perbedaan tersebut,
pembahasan kewarisa sebelum pewaris meninggal dunia dapat dijelaskan sebagai
berikut:
a.
Pembagian
harta dalam keadaan sehat
Pembagia harta
dilakukan dalam keadaan sehat artinya tidak dalam keadaa sakit yang menyebabkan
kematian, maka pembagian atau pemberian tersebut disebut hibah (harta
pemberian), bukan pembagia harta warisan dan hukumnya boleh.
b.
Pembagian
dilakukan dalam keadaan sakit berat yang kemungkinan akan berakibat kematian.
Para ulama
berbeda pendapat dalam menyingkapinya, tetapi mayoritas ulama berpendapat bahwa
hal tersebut bukanlah termasuk kategori hibah, tetapi sebagai wasiat, sehingga
harus memperhatikan ketentuannya yaitu:
1)
Dia
tidak boleh berwasiat kepada ahli waris seperti anak, isteri, saudara, karena
mereka sudah mendapatkan jatah dari harta warisan, tetapi membolehkan berwasiat
kepada kerabat yang membutuhkan.
2)
Boleh
berwasiat kepada orang lain yang bukan kerabat dan keluarga selama itu membawa
maslahah.
3)
Wasiat
tidak boleh lebih sepertiga dari keseluruhan harta yang dimilikinya.
4)
Wasiat
itu berlaku ketika pemberi wasiat sudah meninggal dunia.
Pembagian warisan
sebelum pewaris meninggal dunia biasanya dilakukan oleh orang kaya yang merasa
dirinya sudah lajut usia, sedagkan ia mempuyai anak-anak yang dewasa dan bahka
sudah berkeluarga. Tujuan dari pembagian harta sebelum pewaris meninggal adalah
agar harta tersebut dapat dijadikan modal bagi anak-anaknya dalam membangun
keluarga masing-masing. Pembagian warisa sebelum pewaris meinggal dunia
dilakukan melalui jalur musyawarah denga anak-anaknya yag lain, sehingga tidak
terjadi sengketa para ahli waris di kemudia hari setelah ia meinggal dunia.
Pembagia biasa
dilakukan dengan menunjukkan secara langsung jenis harta yang aka dibagi untuk terus
dimiliki oleh anak-anaknya secara terus-menerus. Calon pewaris itu tetap
menyisihkan sebagia hartanya untuk menunjang hidup orang tuanya sampai ia
meninggal dunia. Bagi orang yang kurang mampu, penunjukan jenis harta tersebut
hanyalah sebagai pemilikan yang bersyarat, yakni hasilnya tetap dimanfaatkan
oleh orang tuanya. Dengan demikian, penunjuka jenis harta belum menjadi milik
calon ahli waris secara penuh, dan oleh karenanya tidak bisa dijual atau
digadaikan.
Penunjukan sejumlah
harta kepada ahli waris biasanya dengan sepengetahuan para ahli waris itu
sendiri. Penunjukan pembagian harta tersebut dilakukan setelah jelasnya jumlah
kekayaan, silsilah dan para ahli waris yang berhak. Apabila terdapat sisa harta
yang tidak dibagikan kepada para ahli waris, maka akan dibagikan berdasarkan
hukum faraidh setelah calon pewaris meninggal dunia. Pelaksanaan pembagian
warisan dengan hukum faraidh dilakukan oleh seorang yang memahami ilmu faraidh.
Jika harta warisa sudah dipersengketakan, maka pembagian dilakukan oleh
Pengadilan Agama.
2. Pembagian
Warisan Sesudah Pewaris Meninggal Dunia
Jika seorang pewaris
telah meninggal dunia, berdasarkan hukum Islam, harta warisan baru dapat
dibagikan bila telah diselesaikan hak-hak yang berkaitan dengan tajhiz mayit,
penyelesaian hutang si mayit dan pelaksanaan wasiat. Dikalangan masyarakat
Aceh, harta warisan juga diambil untuk keperlua biaya kenduri selama beberapa
hari masa tahlilan. Sebagian masyarakat jika yang meninggal salah seorang dari
orang tua, biasanya harta warisan itu belum dibagikan. Harta berada di bawah
pengawasan si ibu (janda) bila ayah yang meninggal. Demikian pula sebaliknya,
harta berada di bawah pegawasan si ayah jika ibu meninggal, kecuali harta itu
hanya sedikit dan biasanya langsung diserahkan kepada anak-anak selaku ahli
waris sebagai modal untuk membina keluarga mereka masing-masing. Jika kedua
orang tua sudah meninggal, barulah harta itu difaraidhkan.
Adapun cara
pembagiannya adalah berdasarkan ketentuan hukum Islam. Pada waktu pembagian
warisan biasanya hadir pula kerabat selain ahli waris atau ahli waris yang
terhijab untuk menerima warisan. Menurut adat Aceh, mereka juga diberikan
bagian dari harta warisan walaupun jumlahnya sedikit, karena mereka tidak
memiliki hak untuk mewarisi. Pemberian semacam ini juga diberikan kepada anak
angkat walaupun bukan hak sebagai ahli waris.
Jika orang tua (ayah)
tidak membagi semua hartanya pada waktu ia masih hidup dan tidak ada wasiat,
maka pembagian warisan tergantung kepada beberapa situasi. Pertama, jika semua anak bersaudara kandung atau memiliki saudara
seayah, maka pembagian warisan biasanya dilakukan pada hari-hari yang
disepakati, seperti hari ke-7, ke-10
atau hari lainnya. Demikian pula jika anak-anaknya telah dewasa baik telah
kawin maupun telah mempunyai pekerjaan sendiri. Kedua, jika anak-anaknya masih kecil, maka kesatuan harta warisan
biasanya dipertahankan di bawah pengawasan ibu. Jika ibu sudah meinggal, maka
harta warisan berada di bawah pengawasan saudara ayah.
Pengawasan harta
warisan kadang juga dilakukan oleh saudara ibu. Harta warisan baru akan dibagi
setelah mereka dewasa atau setelah kawin. Faktor penyebab tidak dibaginya harta
warisan adalah adanya tanggung jawab pemeliharaan anak yang masih kecil. Jika
semua anak telah dewasa dan mereka cukup berpengetahuan, maka pembagian warisan
biasanya dilakukan secara kekeluargaan antara sesame ahli waris tanpa
melibatkan pihak luar. Mereka hanya memberi tau kepala desa atau pihak lain
sebagai saksi atau hanya sekedar memberitau saja bahwa pembagian warisa telah
terjadi. Akan tetapi, jika pegetahuan anak-anak tidak memahami tentang ilmu
faraidh, maka mereka mengundang kerabat lainya untuk membagikan harta warisan.
Harta warisan
kadang-kadang sangat lambat dibagikan dan bahkan ada yang meninggalnya pewaris
berlapis-lapis. Keterlambatan ini kadang-kadang menyulitkan pembagian warisan.
Kadang-kadang banyak masyarakat yang menunda pembagian warisan disebabkan masih
kecilnya anak-anak yang ditinggalkan pewaris. Harta warisan biasanya
dipergunakan untuk membiayai keperluan hidup baik keperluan sandang, pangan,
pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
3. Penyelesaian
Pembagian Warisan
Pada masyarakat Aceh
umumnya menyelesaikan pembagian warisan melalui dua cara, yaitu melalui
musyawarah dan melalui Pengadilan Agama. Upaya musyawarah dilakukan dalam
rangka menjaga kehormatan keluarga, karena penyelesaian melalui Pengadilan
Agama akan membuat hubungan keluarga menjadi renggang. Pembagian melalui
musyawarah memungkinkan untuk tidak megikuti ketentuan faraidh. Oleh karena
itu, kemungkinan laki-laki memiliki bagian yang sama dengan perempuan dalam
memperoleh harta warisan.
Pembagian
warisan selalu diusahakan secara damai dan kekeluargaan antara sesama ahli
waris yang berhak menerimanya. Pembagian secara damai biasanya melibatkan
kerabat dekat dan kerabat jauh. Apabila sesame kerabat belum ampu menyelesaikan
pembagian warisan, maka akan dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat.
Pembagian warisan yang dilakukan oleh tokoh agama dan tokoh masyarakat ini
tidak mutlak berdasarkan pada ketetuan faraidh. Oleh karena itu, pembagian
sangat tergantung kepada kesepakatan para ahli waris.
Pembagian
warisan secara musyawarah kadang-kadang membuat bagian anak perempuan disamakan
dengan bagian anak laki-laki. Pembagian yang sama antara anak laki-laki dan
perempuan tidak bertentangan dengan hukum Islam bila didasarkan atas dasar
musyawarah. Syari`at Islam menetapka bahwa musyawarah adalah bentuk
penyelesaian urusan yang paling baik.
Apabila
pembagian berdasarkan jalur musyawarah tidak mungkin dilaksanaka, maka
pembagian berdasarkan faraidh dilakukan oleh tokoh masyarakat. Warisan biasaya
langsung dibagikan di hadapan tokoh masyarakat dengan memilah dan menunjukkan
harta yang akan dibagikan baik secara fisik maupun secara perhitungan kepada
ahli waris yang berhak menerimanya.
Jika
pembagian warisan dengan cara yang ditempuh tokoh masyarakat belum memuaskan
para ahli waris, maka biasanya persoalan ini akan dibawa ke Pengadilan Agama. Penyelesaian
melalui Peradilan Agama sebenarnya tiak jauh berbeda dengan yang dilakukan oleh
tokoh masyarakat, karena hukum yang diterapkan adalah hukum kewarisan Islam
(faraidh). Pembagian warisan melalui pengadilan sering membuat hubungan
keluarga menjadi renggang. Oleh karena itu, pembagian warisan melalui
Pengadilan Agama merupakan jalan terakhir bila upaya musyawarah sesama ahli
waris tidak mungkin dilakukan.
BAB
III
PENUTUP
A. Kesimpulan
1.
Hukum
Waris Islam di Indonesia
Agama Islam
mengatur cara pewarisa berdasarkan keadilan antara kepentingan anggota
keluarga, kepentingan Agama dan kepentigan masyarakat. Membicarakan mengenai
pembagian harta warisan selalu menimbulkan pro dan kontra pada masyarakat
muslim Indonesia. Pada masyarakat muslim Indonesia pembagian warisa tidak ada
yang sama, ada yang memakai hukum Islam, dan ada yang memakai hukum adat, bahkan
ada yang menggabungkan keduanya yaitu memakai hukum Islam dan hukum adat.
2.
Pembagian
Warisan Dalam Masyarakat Islam di Indonesia
a.
Pembagian
Warisan Sebelum Pewaris Meninggal Dunia
Pembagian warisan sebelum pewaris meninggal dunia
biasanya dilakukan oleh orang kaya yang merasa dirinya sudah lajut usia,
sedagkan ia mempuyai anak-anak yang dewasa dan bahka sudah berkeluarga. Tujuan
dari pembagian harta sebelum pewaris meninggal adalah agar harta tersebut dapat
dijadikan modal bagi anak-anaknya dalam membangun keluarga masing-masing.
Pembagian warisa sebelum pewaris meinggal dunia dilakukan melalui jalur
musyawarah denga anak-anaknya yag lain. Pembagia biasa dilakukan dengan
menunjukkan secara langsung jenis harta yang aka dibagi untuk terus dimiliki
oleh anak-anaknya secara terus-menerus. Bagi orang yang kurang mampu,
penunjukan jenis harta tersebut hanyalah sebagai pemilikan yang bersyarat,
yakni hasilnya tetap dimanfaatkan oleh orang tuanya. Dengan demikian, penunjuka
jenis harta belum menjadi milik calon ahli waris secara penuh, dan oleh
karenanya tidak bisa dijual atau digadaikan. Penunjukan sejumlah harta kepada
ahli waris biasanya dengan sepengetahuan para ahli waris itu sendiri. Penunjukan
pembagian harta tersebut dilakukan setelah jelasnya jumlah kekayaan. Apabila
terdapat sisa harta yang tidak dibagikan kepada para ahli waris, maka akan
dibagikan berdasarkan hukum faraidh setelah calon pewaris meninggal dunia.
b.
Pembagian
Warisan Sesudah Pewaris Meninggal Dunia
Jika seorang pewaris telah meninggal dunia,
berdasarkan hukum Islam, harta warisan baru dapat dibagikan bila telah
diselesaikan hak-hak yang berkaitan dengan tajhiz mayit, penyelesaian hutang si
mayit dan pelaksanaan wasiat. Pada waktu pembagian warisan biasanya hadir pula
kerabat selain ahli waris atau ahli waris yang terhijab untuk menerima warisan.
Warisa juga diberikan kepada anak angkat walaupun bukan hak sebagai ahli waris.
Harta warisan kadang-kadang sangat lambat dibagikan dan bahkan ada yang
meninggalnya pewaris berlapis-lapis. Keterlambatan ini kadang-kadang
menyulitkan pembagian warisan. Kadang-kadang banyak masyarakat yang menunda
pembagian warisan disebabkan masih kecilnya anak-anak yang ditinggalkan
pewaris. Harta warisan biasanya dipergunakan untuk membiayai keperluan hidup
baik keperluan sandang, pangan, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya.
c.
Penyelesaian
Pembagian Warisan
Pada umumnya menyelesaikan pembagian warisan melalui
dua cara, yaitu melalui musyawarah dan melalui Pengadilan Agama. Upaya
musyawarah dilakukan dalam rangka menjaga kehormatan keluarga, karena
penyelesaian melalui Pengadilan Agama akan membuat hubungan keluarga menjadi
renggang. Pembagian melalui musyawarah memungkinkan laki-laki memiliki bagian
yang sama dengan perempuan dalam memperoleh harta warisan. Apabila pembagian
berdasarkan jalur musyawarah tidak mungkin dilaksanaka. Maka biasanya persoalan
ini akan dibawa ke Pengadilan Agama.
DAFTAR
PUSTAKA
Ramulyo, Idris, Perbandingan Hukum Kewarisa Islam, Jakarta: Pedoman Ilmu Islam,
1992
Usman, Suparma, Fiqh Mawaris Hukum Kewarisan Islam, Jakarta: Gama Media
Pratama, 1992.
Rifa`i, Muhammad, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: Karya Toha Putra, 2008.
Sajuti, Thalib, Hukum
Kewarisan Islam di Indonesia,Jakarta: Bina Aksara,1982.
Syahrizal, Hukum Adat dan Hukum Islam di Indonesia, Batuphat-Lhokseumawe:
Nadiya
Fondation, 2004.
KISAH CERITA SAYA SEBAGAI NAPI TELAH DI VONIS BEBAS ALLHAMDULILLAH
BalasHapusDARI BERKAT BANTUAN BPK Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H., M.H BELIAU SELAKU PANITERA MUDA DI KANTOR MAHKAMAH AGUNG (M.A) DAN TERNYATA BELIAU BISA MENJEMBATANGI KEJAJARAN PA & PN PROVINSI.
Assalamu'alaikum sedikit saya ingin berbagi cerita kepada sdr/i , saya adalah salah satu NAPI yang terdakwah dengan penganiayaan pasal 351 KUHP dengan ancaman hukuman 2 Tahun 8 bulan penjara, singkat cerita sewaktu saya di jengut dari salah satu anggota keluarga saya yang tinggal di jakarta, kebetulan dia tetangga dengan salah satu anggota panitera muda perdata M.A, dan keluarga saya itu pernah cerita kepada panitera muda M.A tentang masalah yang saya alami skrg, tentang pasal 351 KUHP, sampai sampai berkas saya di banding langsun ke jakarta, tapi alhamdulillah keluarga saya itu memberikan no hp pribadi bpk Dr. H. Ridwan Mansyur ,S.H., M.H Beliau selaku panitera muda perdata di kantor M.A pusat, dan saya memberanikan diri call beliau dan meminta tolong sama beliau dan saya juga menjelas'kan masalah saya, dan alhamdulillah beliau siap membantu saya setelah saya curhat masalah kasus yang saya alami, alhamdulillah beliau betul betul membantu saya untuk di vonis dan alhamdulillah berkat bantuan beliau saya langsun di vonis bebas dan tidak terbukti bersalah, alhamdulillah berkat bantuan bpk Dr. H. Ridwan Mansyur, S.H., M.H beliau selaku ketua panitera muda perdata di kantor Mahkamah Agung R.I no hp bpk Dr. H. Ridwan Mansyur , S.H.,M.H 0823-5240-6469 Bagi teman atau keluarga teman yang lagi terkenah musibah kriminal, kalau belum ada realisasi masalah berkas anda silah'kan hub bpk Dr. H. Ridwan semoga beliau bisa bantu anda. Wassalam.....