BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Nikah adalah salah
satu asas pokok hidup yang paling utama dalam pergaulan masyarakat yang
sempurna. Pernikahan itu bukan hanya satu jalan yang amat mulia untuk mengatur
kehidupan rumah tangga dan keturunan, tetapi juga dapat dipandang sebagai satu
jalan menuju pintu perkenalan antara satu kaum dan kaum yang lain, dan
perkenalan akan menjadi jalan untuk menyampaikan pertolongan antara satu dengan
yang lainnya.
Dalam pernikahan
dikenal juga dengan istilah poligami, poliandri, dan monogami. Poligami ialah
seseorang suami yang memiliki istri lebih dari satu, dalam Islam poiligami di
perbolehkan dengan syarat mampu menegakkan keadilan dalam rumah tangganya.
pada prinsipnya, perkawinan atau nikah adalah akad untuk
menhalalkan hubungan antara laki-laki dan seorang perempuan, ini disebut
“monogami”. Apabila seorang laki-laki menikah dengan dua sampai empat orang
perempuan, ini disebut “poligami”.
Di dalam Al-Quran
sudah di sebutkan batasan jumlah istri yang boleh di nikahi yaitu : dua, tiga
atau empat ada juga yang berpendapat 2+3+4 samapai dengan sembilan istri.
Sampai sekarang ini
istilah poligami menjadi topik yang menarik untuk di bahas, oleh karena itu
dalam makalah kami ini akan coba kami uraikan persoalan poigami sesuai dengan
kemampuan yang kami miliki.
Seorang laki-laki
diharamkan untuk menikah (memadu) lebih dari empat perempuan dalam satu waktu.
Empat orang perempuan sudah dianggap lebih dari cukup bagi seorang laki-laki,
sehingga menikah lebih banyak dari empat dapat dianggap sebagai bentuk
pengingkaran atas kebajikan yang disyari`atkan oleh Allah swt. Bagi
kemaslahatan hidup berumah tangga.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah
pengertian dari poligami ?
2.
Jelaskan bagaimana
hikmah dari poligami ?
3.
Sebutkan alasan-alasan
Rasulullah berpoligami ?
C.
Tujuan Penulisan
1.
Untuk mengetahui makna
dan pengertian poligami.
2.
Untuk memahami hikmah
dari poligami.
3.
Untuk mengetahui
alasan-alasan Rasulullah berpoligami.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Poligami
Kata poligami berasal dari bahasa Yunani, polus yang artinya banyak dan gamein yang artinya kawi. Secara etimologi, “poli”
artinya banyak, dan “gami” artinya istri. Jadi, poligami artinya beristri
banyak. Seorang laki-laki mempunyai lebih dari satu istri, tetapi dibatasi
paling banyak empat orang. Dalam bahasa Arab poligami disebut ta`diiduz-zaujaat
(berbilangnya pasangan), sedangkan dalam bahasa Indonesia disebut permaduan.
Pengertian poligami
secara terminologi di atas mengacu kepada petunjuk Allah yang membolehkan berpoligami
sampai empat orang istri dengan syarat berlaku adil kepada mereka.
Menurut agama Islam,
perkawinan semacam ini walaupun diperbolehkan, tidak dianjurkan
melaksanakannya. Dalam syari`at Islam, lebih disukai bila laki-laki hanya
mempunyai seorang isteri, bahkan kalau mungkin ia tetap mempertahankannya
sampai akhir hayatnya. Perkawinan yang diajarkan Islam harus menciptakan
suasana yang sakinah, mawaddah, dan
warahmah. Suasana yang sulit dilaksanakan seandainya seorang laki-laki
memiliki isteri lebih dari seorang.
Islam
memandang poligami lebih banyak membawa resiko / mudharat daripada manfaatnya,
karena manusia itu menurut fitrahnya (human nature) mempunyai
watak cemburu, iri hati, dan suka mengeluh. Watak-watak tersebut akan mudah
timbul dengan kadar tinggi, jika hidup dalam kehidupan keluarga yang poligamis.
Dengan demikian, poligami itu bisa menjadi sumber konplik dalam kehidupan
keluarga, baik konflik antara suami dengan istri-istri dan anak-anak dari
istri-istrinya, maupun konplik antara istri beserta anak-anaknya masing-masing.
Karena itu hukum asal dalam perkawinan menurut Islam adalah monogami, sebab
dengan monogami akan mudah menetralisasi sifat atau watak cemburu, iri hati dan
suka mengeluh dalam kehidupan keluarga yang monogamis. Berbeda dengan kehidupan
keluarga yang poligamis, orang akan mudah peka dan terangsang timbulnya
perasaan cemburu, iri hati atau dengki dan suka mengeluh dalam kadar tinggi,
sehingga bisa mengganggu ketenangan keluarga dan dapat pula membahayakan
keutuhan keluarga.
Suami
wajib berlaku adil terhadap istri-istrinya dalam urusan pangan, pakaian, tempat
tinggal giliran pada masing-masing istri, dan lainnya yang bersifat kebendaan
tanpa membedakan istri yang kaya dengan istri yang miskin, yang berasal dari
keturunan yang tinggi dengan yang berasal dari golongan
bawah. Jika masing-masing istri mempunyai jumlah anak yang jumlahnya berbeda
atau jumlahnya sama tetapi biaya pendidikannya yang beda, tentu saja dalam hal
ini harus menjadi pertimbangan dalam memberikan keadilan.
Mengenai
adil terhadap istri-istri dalam masalah cinta dan kasih sayang, ABU BAKAR BIN
ARABY mengatakan bahwa hal ini berada di luar kesanggupan manusia, sebab cinta
itu adanya dalam gengaman Allah SWT yang mampu
membolak-balikkannya menurut kehendak-Nya. Begitu pula dengan
hubungan seksual, terkadang suami bergairah dengan istri yang satu tetapi
tidak bergairah dengan istri lainnya. Dalam hal ini apabila tidak disengaja, ia
tidak terkena hukum dosa karena berada di luar kemampuannya. Oleh karena itu,
ia tidak dipaksa untuk berlaku adil.
Q.S An-Nisa Ayat : 3
÷bÎ)ur’Îû 4‘uK»tGu‹ø9$# (#qßsÅ3R$$sù $tB z>$sÛ Nä3s9 z`ÏiB Ïä!$|¡ÏiY9$# ÷LäêøÿÅz žwr& (#qäÜÅ¡ø)è? 4Óo_÷WtB y]»n=èOur yì»t/â‘ur (÷bÎ*sù óOçFøÿÅz žwr& (#qä9ω÷ès? ¸oy‰Ïnºuqsù ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNä3ãY»yJ÷ƒr& 4 y7Ï9ºsŒ #’oT÷Šr& žwr& (#qä9qãès?
Artinya :
Dan jika kamu takut
tidak akan dapat Berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana
kamu mengawininya), Maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi :
dua, tiga atau empat. kemudian jika kamu takut tidak akan dapat Berlaku
adil[265], Maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu
miliki. yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya ( Q.S
An-Nisa [4] Ayat : 3).
1.
Asbabun Nuzul
Imam Bukhari, Imam
Muslim, Nasa’i, Baihaqi dan yang lainnya meriwayatkan dari Urwah Bin Zubair
bahwa ia bertanya kepada khaalahnya ( bibi dari ibu ) yaitu
Sayyidah Aisyah r.a tentang ayat ini, lalu Sayyidah Aisyah r.a berkata, “wahai
putra saudara perempuanku, ada seorang anak yatim perempuan yang berada di bawah
asuhan walinya, si wali tersebut ikut menikmati harta si anak yatim tersebut.
Lalu si wali ternyata tertarik kepada harta dan kecantikan nya, lau ia ingin
menikahinya tanpa mau bersikap adil di dalam memberikan mahar kepadanya dengan
cara tidak memberinya maskawin atau mahar seperti yang biasa diberikan kepada
para wanita sepertinya. Lalu sikap seperti ini di larang bagi mereka dan mereka
diperintahkan untuk menikahi wanita-wanita lainnya yang mereka senangi, dua,
tiga, atau empat.
Sa’id Bin Jabair,
Qatadah, Ar-Rabi’, Adh-Dhahhak Dan As-Suddi berkata mereka bersikap hati-hati
dan menjauhi harta anak yatim dan bersikap ebih bebas dan mempermudah di dalam
masalah wanita, mereka menikahi wanita-wanita yang mereka inginkan, namun
terkadang mereka bersikap adil dan terkadang tidak. Lalu ketika mereka bertanya
tentang masalah anak-anak yatim, mak turunlah ayat anak-anak yatim, yaitu ayat
dua surah an-Nisa. Allah SWT juga menurunkan ayat tiga surah an-Nisa ini,
seolah-olah Allah SWT berfirman kepada mereka, sebagaimana kalian takut tidak
bisa berlaku adil terhadap hak-hak anak yatim, maka begitu juga kalian harus takut
tidak bisa berlaku adil terhadap hak-hak wanita. Oleh karena itu, janganlah
kalian menikahi wanita lebih dari jumlah yang kalian bisa memenuhi hak-haknya.
Karena wanita memiliki kesamaan dengan anak yatim, yaitu sebgai makhluk yang
lemah. Ini adalah pendapat ibnu abbas r.a di dalam riwayat al-walibi (ali bin
rabi’ah bin nadhlah), salah satu perawi terpercaya dari ath-thabqah
ats-tsaalitsah.
2.
Tafsiran Ayat
وان حفتم الا
تقسطوافى اليتمى ( Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap
anak-anak yatim ) sehingga sulit bagi kamu untuk menghadapi mereka, lalu kamu
takut pula takkan berlaku adil di antara wanita yang kamu kawini فانكحوا (
maka kawinilah ) ما (apa) dengan arti siapaطاب لكم من النساء مشنى
وشلث وربع ( yang baik di antara wanita-wanita itu bagi kamu : dua,
tiga, empat orang ) boleh dua, tiga, empat tetapi tidak boleh lebih dari itu فان خفتم الا تعد لوا (
kemudian jika kamu takkan dapat berlaku adil ) di antar mereka dalam giiran dan
pembagian nafkahفواحدة (maka hendaklah seorang saja) yang kamu kawiniاو (
atau ) hendaklah kamu batasi padaماملكت ايما نكم (
hamba sahaya yang menjadi milikmu ) karena mereka tidak mempunyai hak-hak
sebagaimana istri-istri lainnyaذلك (
yang demikian itu ) maksudnya mengawini empat orang istri atau seorang istri
saja, atau mengambil hamba sahayaادنى (
lebih dekat ) kepada الاعولوا ( tidak buat aniaya ) atau berlaku
zalim.
Tema ayat ini
terdepinisikan sesuai dengan sebab turunnya, yaitu ada
kalanya tema ayat ini menikahi wanita-wanita selain anak-anak yatim perempuan.
Maksudnya, jika ada seorang anak yatim perempuan berada di bawah pengasuhan
dari kalian, lalu ingin menikahinya, namun khawatir ia tidak bisa berlaku adil
terhadapnya dengan tidak memberinya mahar mitsil ( mahar yang
biasa diberikan kepada wanita lainnya yang setingkat dengannya ), maka
hendaklah ia menikahi wanita-wanita lainnya, karena masih banyak wanita lain
yabg bisa ia nikahi dan Allah SWT pun tidak mempersempit dirinya dalam memilih
wanita lain.
Ada
kalanya tema ayat ini seputar perintah berlaku adil terhadap para wanita
(istri) dan larangan bersikap zhalim terhadapnya ketika menikahi lebih dari
satu (poligami). Maksudnya, ketika ayat dua surat an-Nisa turun, para wali
(pengasuh anak yatim) bersikap hati-hati di dalam menjalankan pengasuhan
tersebut, namun mereka tika merasa sunkan atau berat untukmeninggalkan sikap
berlaku adil terhadap wanita. Ada di antara mereka yang beristri sampai 10,
namun ia tidak belaku adil terhadap mereka. Lau dikatakan kepada mereka,
“seperti halnya kalian merasa takut dan khawatir tidak bisa berlaku adil
terhadap hak-hak anak yatim, maka begitu juga, kalian harus takut tidak bisa
berlaku adil di antara para wanita, kurangilah jumlah wanita yang kalian
nikahi. Karena barang siapa yang berusaha menjauhi sebuah perbuatan dosa, namun
ia tetap meakukan sesuatu perbuatan yang disamakan dengan dosa yang ingin ia
jauhi tersebut, maka ia berarti bukan orang yang menjauhinya.
Yang
dimaksud dengan al-khauf (takut, khawatir) adalah bahwa tahu
bahwa dirinya tidak bisa berlaku adil. Hal ini diungkapkan dengan kata al-khauf sebagai
bentuk isyarat bahwa sesuatu yang diketahui tersebut (dalam hal ini adalah
tidak bisa berlaku adil) adalah sesuatu yang ditakuti dan di larang.
Maksudnya,
jika kalian tahu dan merasabahwa kalian akan berbuat zhalim terhadap anak yatim
perempuan yang ingin kalian nikahi dengan tidak memberikan kepadanya mahar atau
dengan memakan harta anak yatim secara batil, maka jangan kalian menikahi anak
yatim perempuan tersebut, akan tetapi nikahilah wanita-wanita yang lain,satu,
dua, tiga, atau empat. Atau kalian harus berlaku adil terhadap para istri yang
kalian nikahi ketika kalian berpoligami. Maka oleh karena itu, janganlah kalian
menikahi wanita lebih dari empat agar kaian bisa berlaku adil terhadap mereka.
Perintah
pada ayat, فانكحوا adalah perintah yang bersifat ibaahah (memperbolehkan),
seperti perintah pada ayat, وكلوا واشربوا (al-Baqarah
:187) dan bentuk-bentuk perintah yang sejenis lainnya. Ada pendapat
yang mengatakan bahwa perintah tersebut adalah bersifat wujuub(wajib),
namun yang dimaksud wajib disini bukanlah wajib nikahnya, akan tetapi wajib
terbatas pada jumlah seperti yang dijelaskan di ayat tersebut, yaitu dua, tiga
atau empat. Atau dengan kata lain , jika berpoligami, maka wajib hanya terbatas
pada jumlah tersebut, tidak boleh melebihi.
Ayat,ورباع مشنى وسلا ث bilangan-bilangan
ini menunjukkan arti takriir atau berulang, maksudnya matsnaa artinya
adalah istnain istnain (dua-dua),tsulaats artinya tsalaatsah
tsalaatsah (tiga-tiga) dan rubaa’ artinya arba’ah
arba’ah. Maksudnya adalah, diperbolehkan yang ingin berpoligami untuk
menikahi wanita sejumlah tersebut.
Kemudian
Allah SWT menguatkan keharusan bersikap adil diantara para istri apabila
seorang berpoligami. Hal ini dipahani dari ayat وان خفتم الا تقسطوا dan
Allah SWT menjelaskan, apabila kalian takut tidak bisa bersikap adil ketika
berpoligami, maka kalian harus menikahi satu wanita saja. Karena yang
diperbolehkan berpoigami adalah orang yang yakin dirinya bisa merealisasikan
kewajiban bersikap adil yang diperintahkan secara jelas di dalam ayat.
“Dan
kamu sekali-kali tidak akan dapat Berlaku adil di antara isteri-isteri(mu),
walaupun kamu sangat ingin berbuat demikian, karena itu janganlah kamu terlalu
cenderung (kepada yang kamu cintai), sehingga kamu biarkan yang lain
terkatung-katung. dan jika kamu Mengadakan perbaikan dan memelihara diri (dari
kecurangan), Maka Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang”.(an-Nisa’
: 129).
Memang perlakuan adil itu sulit dilakuka seorang suami, bahka sapai pada
taraf mustahil diaksanakan. Dalam kehidupan sehari-hari mereka yang melakukan
poligami lebih condong seorang isteri sehingga mengakibatkan merananya
isteri-isteri yang lain, bahkan dalam banyak kasus menjurus kepada perbuatan
zalim.
Namun
yang di maksud tidak akan dapat berbuat adil oleh ayat 129 ini adalah adil
dalam kecenderungan hati. Karena jika tidak, maka kesimpulan dua ayat ini ayat
tiga dan 129 di lihat dari satu sisi adalah berarti larangan berpoligami.
Q.S Al-Ahzab ayat 50
يَا أَيُّهَا النَّبِيُّ
إِنَّا أَحْلَلْنَا لَكَ أَزْوَاجَكَ اللَّاتِي آتَيْتَ أُجُورَهُنَّ وَمَا
مَلَكَتْ يَمِينُكَ مِمَّا أَفَاءَ اللَّهُ عَلَيْكَ وَبَنَاتِ عَمِّكَ وَبَنَاتِ
عَمَّاتِكَ وَبَنَاتِ خَالِكَ وَبَنَاتِ خَالَاتِكَ اللَّاتِي هَاجَرْنَ مَعَكَ
وَامْرَأَةً مُؤْمِنَةً إِنْ وَهَبَتْ نَفْسَهَا لِلنَّبِيِّ إِنْ أَرَادَ
النَّبِيُّ أَنْ يَسْتَنْكِحَهَا خَالِصَةً لَكَ مِنْ دُونِ الْمُؤْمِنِينَ ۗ قَدْ
عَلِمْنَا مَا فَرَضْنَا عَلَيْهِمْ فِي أَزْوَاجِهِمْ وَمَا مَلَكَتْ
أَيْمَانُهُمْ لِكَيْلَا يَكُونَ عَلَيْكَ حَرَجٌ ۗ وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا
رَحِيمًا
Artinya :
Hai Nabi, sesungguhnya
Kami telah menghalalkan bagimu isteri-isterimu yang telah kamu berikan mas
kawinnya dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang kamu peroleh
dalam peperangan yang dikaruniakan Allah untukmu, dan (demikian pula) anak-anak
perempuan dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara
perempuan bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu dan
anak-anak perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu
dan perempuan mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi mau
mengawininya, sebagai pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang mukmin.
Sesungguhnya Kami telah mengetahui apa yang Kami wajibkan kepada mereka tentang
isteri-isteri mereka dan hamba sahaya yang mereka miliki supaya tidak menjadi
kesempitan bagimu. Dan adalah Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.
1.
Penjelasan
(Hai Nabi! Sesungguhnya Kami telah
menghalalkan bagi kamu istri-istrimu yang telah kamu berikan maskawinnya) yakni
maharnya (dan hamba sahaya yang kamu miliki yang termasuk apa yang dikaruniakan
oleh Allah kepadamu) dari orang-orang kafir melalui peperangan, yaitu sebagai
tawananmu, seperti Shofiah dan Juwairiah (dan demikian pula anak-anak perempuan
dari saudara laki-laki bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara perempuan
bapakmu, anak-anak perempuan dari saudara laki-laki ibumu, dan anak-anak
perempuan dari saudara perempuan ibumu yang turut hijrah bersama kamu) berbeda
halnya dengan perempuan-perempuan dari kalangan mereka yang tidak ikut
berhijrah (dan perempuan Mukmin yang menyerahkan dirinya kepada Nabi kalau Nabi
mau mengawininya) bermaksud untuk menikahinya tanpa memakai maskawin (sebagai
pengkhususan bagimu, bukan untuk semua orang Mukmin) dalam pengertian nikah
yang memakai lafal Hibah tanpa maskawin, (Sesungguhnya Kami telah mengetahui
apa yang Kami wajibkan kepada mereka) kepada orang-orang Mukmin (tentang
istri-istri mereka) berupa hukum-hukum dan ketentuan-ketentuan, yaitu hendaknya
mereka mempunyai istri tidak lebih dari empat orang wanita dan hendaknya mereka
tidak melakukan perkawinan melainkan harus dengan adanya seorang wali dan
saksi-saksi serta maskawin (dan) di dalam (hamba sahaya yang mereka miliki)
hamba sahaya perempuan yang dimilikinya melalui jalan pembelian dan jalan yang
lainnya, seumpamanya, hamba sahaya perempuan itu termasuk orang yang dihalalkan
bagi pemiliknya, karena ia adalah wanita ahli kitab, berbeda halnya dengan
sahaya wanita yang beragama majusi atau watsani, dan hendaknya sahaya wanita
itu melakukan istibra' atau menyucikan rahimnya terlebih dahulu sebelum digauli
oleh tuannya (supaya tidak) lafal ayat ini berta'alluq pada kalimat sebelumnya
(menjadi kesempitan bagimu) dalam masalah pernikahan. (Dan adalah Allah Maha
Pengampun) dalam hal-hal yang memang sulit untuk dapat dihindari (lagi Maha
Penyayang) dengan memberikan keleluasaan dan kemurahan dalam hal ini.
Q.S
Al-Ahzab ayat 51
تُرْجِي مَنْ تَشَاءُ
مِنْهُنَّ وَتُؤْوِي إِلَيْكَ مَنْ تَشَاءُ ۖ وَمَنِ ابْتَغَيْتَ مِمَّنْ عَزَلْتَ
فَلَا جُنَاحَ عَلَيْكَ ۚ ذَٰلِكَ أَدْنَىٰ أَنْ تَقَرَّ أَعْيُنُهُنَّ وَلَا
يَحْزَنَّ وَيَرْضَيْنَ بِمَا آتَيْتَهُنَّ كُلُّهُنَّ ۚ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
فِي قُلُوبِكُمْ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَلِيمًا حَلِيمًا
Artinya:
Kamu boleh
menangguhkan menggauli siapa yang kamu kehendaki di antara mereka
(isteri-isterimu) dan (boleh pula) menggauli siapa yang kamu kehendaki. Dan
siapa-siapa yang kamu ingini untuk menggaulinya kembali dari perempuan yang
telah kamu cerai, maka tidak ada dosa bagimu. Yang demikian itu adalah lebih
dekat untuk ketenangan hati mereka, dan mereka tidak merasa sedih, dan semuanya
rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada mereka. Dan Allah mengetahui apa
yang (tersimpan) dalam hatimu. Dan adalah Allah Maha Mengetahui lagi Maha
Penyantun.
1.
Penjelasan
(Kamu boleh menangguhkan) dapat dibaca
Turji-u dengan memakai huruf Hamzah pada akhirnya, juga dapat dibaca تُرْجِي dengan
memakai huruf Ya pada akhirnya sebagai ganti dari Hamzah, artinya menangguhkan
(siapa yang kamu kehendaki di antara mereka) yakni istri-istrimu itu dari
gilirannya (dan boleh pula kamu menggilir) yaitu mengumpulkan gilirannya (siapa
yang kamu kehendaki) di antara mereka kemudian kamu mendatanginya. (Dan
siapa-siapa yang kamu ingini) kamu sukai untuk menggaulinya kembali (dari
perempuan yang telah kamu pisahkan) dari gilirannya (maka tidak ada dosa
bagimu) di dalam memintanya dan menggaulinya untukmu. Hal ini disuruh dipilih
oleh Nabi sesudah ditentukan bahwa gilir itu wajib baginya. (Yang demikian itu)
yakni boleh memilih itu (lebih dekat) kepada ketenangan hati mereka dan mereka
tidak merasa sedih, dan semuanya rela dengan apa yang telah kamu berikan kepada
mereka) yaitu tentang hal-hal yang telah disebutkan tadi menyangkut masalah
boleh memilih di dalam menggilir (tanpa kecuali) lafal ayat ini mengukuhkan
makna Fa'il yang terkandung di dalam lafal يَرْضَيْنَ .
(Dan Allah mengetahui apa yang tersimpan dalam hati kalian) mengenai masalah
wanita atau istri dan kecenderungan hatimu kepada sebagian dari mereka. Dan sesungguhnya
Kami menyuruh kamu memilih hanyalah untuk mempermudah kamu di dalam melakukan
apa yang kamu kehendaki. (Dan adalah Allah Maha Mengetahui) tentang makhluk-Nya
(lagi Maha Penyantun) mengenai menghukum mereka.
2.
Tafsir Ayat
تُرْجِيءُ dapat dibaca dengan memakai huruf ء
pada akhirnya, juga dapat dibaca تُرْجِي
dengan memakai huruf ي pada akhirnya sebagai ganti dari ء,
artinya menangguhkan.
Q.S
Al-Ahzab ayat 52
لَا يَحِلُّ لَكَ
النِّسَاءُ مِنْ بَعْدُ وَلَا أَنْ تَبَدَّلَ بِهِنَّ مِنْ أَزْوَاجٍ وَلَوْ
أَعْجَبَكَ حُسْنُهُنَّ إِلَّا مَا مَلَكَتْ يَمِينُكَ ۗ وَكَانَ اللَّهُ عَلَىٰ
كُلِّ شَيْءٍ رَقِيبًا
Artinya:
Tidak halal bagimu
mengawini perempuan-perempuan sesudah itu dan tidak boleh (pula) mengganti
mereka dengan isteri-isteri (yang lain), meskipun kecantikannya menarik hatimu
kecuali perempuan-perempuan (hamba sahaya) yang kamu miliki. Dan adalah Allah
Maha Mengawasi segala sesuatu.
1.
Penjelasan
(Tidak halal) dapat dibaca Tahillu atau
Yahillu (bagimu mengawini
perempuan-perempuan sesudah itu) sesudah sembilan orang istri yang telah
Aku pilih buatmu (dan tidak boleh pula
mengganti) lafal Tabaddala asalnya adalah Tatabaddala, kemudian salah satu
huruf Ta dibuang sehingga jadilah Tabaddala, (mereka dengan istri-istri yang lain) misalnya kamu menalak mereka
atau sebagian dari mereka, kemudian kamu menggantikannya dengan istri yang lain
(meskipun kecantikannya menarik hatimu
kecuali perempuan-perempuan hamba sahaya yang kamu miliki) yakni wanita
sahaya yang kamu miliki, ia halal bagimu. Dan Nabi saw. sesudah sembilan orang
istri itu memiliki Siti Mariah, yang daripadanya lahir Ibrahim, akan tetapi
Ibrahim meninggal dunia semasa Nabi saw. masih hidup. (Dan adalah Allah Maha Mengawasi segala sesuatu) Maha Memelihara
segala sesuatu.
Dari
penjelasan di atas, dinyatakan bahwa Nabi tidak dibolehkan kawi sesudah
mempunyai isteri sebanyak yang telah ada itu da tidak pula dibolehkan mengganti
isteri-isterinya yang telah ada itu dengan menikahi perempuan lain.
2. Tafsir
Ayat
(Tidak halal) dapat dibaca يَحِلُّ, lafal تَبَدَّلَ asalnya adalah
Tatabaddala, kemudian salah satu huruf Ta dibuang sehingga jadilah تَبَدَّلَ.
3.
Asbabun Nuzul
Diriwayatkan oleh Ibnu Sa`d yang bersumber dari `ikrimah bahwa
setelah Rasulullah saw, menyuruh isterinya antara dunia dan isinya dan segala
kemewahannya dengan Allah dan RasulNya, terbuktilah isteri-isterinya memilih
Allah dan RasulNya. Maka turunlah surat Al-Ahzab ayat 52 ini.
Q.S Al-Ahzab ayat 53
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ
آمَنُوا لَا تَدْخُلُوا بُيُوتَ النَّبِيِّ إِلَّا أَنْ يُؤْذَنَ لَكُمْ إِلَىٰ
طَعَامٍ غَيْرَ نَاظِرِينَ إِنَاهُ وَلَٰكِنْ إِذَا دُعِيتُمْ فَادْخُلُوا فَإِذَا
طَعِمْتُمْ فَانْتَشِرُوا وَلَا مُسْتَأْنِسِينَ لِحَدِيثٍ ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ
كَانَ يُؤْذِي النَّبِيَّ فَيَسْتَحْيِي مِنْكُمْ ۖ وَاللَّهُ لَا يَسْتَحْيِي مِنَ
الْحَقِّ ۚ وَإِذَا سَأَلْتُمُوهُنَّ مَتَاعًا فَاسْأَلُوهُنَّ مِنْ وَرَاءِ
حِجَابٍ ۚ ذَٰلِكُمْ أَطْهَرُ لِقُلُوبِكُمْ وَقُلُوبِهِنَّ ۚ وَمَا كَانَ لَكُمْ
أَنْ تُؤْذُوا رَسُولَ اللَّهِ وَلَا أَنْ تَنْكِحُوا أَزْوَاجَهُ مِنْ بَعْدِهِ
أَبَدًا ۚ إِنَّ ذَٰلِكُمْ كَانَ عِنْدَ اللَّهِ عَظِيمًا
Artinya:
Hai orang-orang yang
beriman, janganlah kamu memasuki rumah-rumah Nabi kecuali bila kamu diizinkan
untuk makan dengan tidak menunggu-nunggu waktu masak (makanannya), tetapi jika
kamu diundang maka masuklah dan bila kamu selesai makan, keluarlah kamu tanpa
asyik memperpanjang percakapan. Sesungguhnya yang demikian itu akan mengganggu
Nabi lalu Nabi malu kepadamu (untuk menyuruh kamu keluar), dan Allah tidak malu
(menerangkan) yang benar. Apabila kamu meminta sesuatu (keperluan) kepada
mereka (isteri-isteri Nabi), maka mintalah dari belakang tabir. Cara yang
demikian itu lebih suci bagi hatimu dan hati mereka. Dan tidak boleh kamu
menyakiti (hati) Rasulullah dan tidak (pula) mengawini isteri-isterinya
selama-lamanya sesudah ia wafat. Sesungguhnya perbuatan itu adalah amat besar
(dosanya) di sisi Allah.
1.
Penjelasan
(Hai
orang-orang yang beriman! Janganlah kalian memasuki rumah-rumah Nabi kecuali
bila kalian diizinkan)
memasukinya karena mendapat undangan (untuk
makan) kemudian kalian boleh memasukinya (dengan tidak menunggu-nunggu) tanpa menunggu lagi (waktu masak makanannya) yakni sampai
makanan masak terlebih dahulu; Inaa berakar dari kata Anaa Ya-niy (tetapi jika kalian diundang maka masuklah
dan bila kalian selesai makan, keluarlah kalian tanpa) berdiam lagi (asyik memperpanjang percakapan) sebagian
dari kalian kepada sebagian yang lain. (Sesungguhnya
yang demikian itu) yakni berdiamnya kalian sesudah makan (akan mengganggu nabi lalu nabi malu kepada
kalian) untuk menyuruh kalian keluar (dan
Allah tidak malu menerangkan yang hak) yakni menerangkan supaya kalian
keluar; atau dengan kata lain Dia tidak akan mengabaikan penjelasannya. Menurut
qiraat yang lain lafal Yastahyi dibaca dengan hanya memakai satu huruf Ya
sehingga bacaannya menjadi Yastahiy. (Apabila
kalian meminta sesuatu kepada mereka) kepada istri-istri Nabi saw. (yakni suatu keperluan, maka mintalah dari
belakang tabir) dari belakang hijab. (Cara
yang demikian itu lebih suci bagi hati kalian dan hati mereka) dari
perasaan-perasaan yang mencurigakan. (Dan
tidak boleh kalian menyakiti hati Rasulullah) dengan sesuatu perbuatan apa
pun (dan tidak pula mengawini
istri-istrinya sesudah ia wafat selama-lamanya. Sesungguhnya perbuatan itu di
sisi Allah) dosanya (besar).
Ayat ini menyatakan bahwa memasang
kain tabir penutup meski perintahnya hanya untuk para isteri nabi, tapi berlaku
juga hukumnya untuk semua wanita. Karena pada dasarnya para wanita harus
menjadikan para istri nabi itu menjadi teladan dalam amaliyah sehari-hari.
Sehingga kihtab ini tidak hanya berlaku bagi istri-istri nabi saja tetapi juga
semua wanita mukminat.
Selain itu
juga ada hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Nabhan bekas hamba Ummu
Salamah, bahwa Rasulullah s.a.w. pernah berkata kepada Ummu Salamah dan
Maimunah yang waktu itu Ibnu Ummi Maktum masuk ke rumahnya. Nabi bersabda:
"pakailah tabir". Kemudian kedua isteri Nabi itu berkata: "Dia (Ibnu Ummi Maktum) itu buta!" Maka
jawab Nabi: "Apakah kalau dia buta, kamu juga buta? Bukankah kamu berdua melihatnya?"
Namun pendapat
demikian itu bukan berarti satu-satunya pendapat. Sebab disana ada juga ulama
lainnya yang tidak memutlakkan kewajiban pemasangan hijab tabir.
Dalil yang mereka gunakan juga berasal dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem. Dimana sebagian ulama mengatakan bahwa kewajiban memasang kain tabir itu berlaku hanya untuk pada istri Nabi, sebagaimana zahir firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 53.
Dalil yang mereka gunakan juga berasal dari ayat-ayat Al-Quran Al-Kariem. Dimana sebagian ulama mengatakan bahwa kewajiban memasang kain tabir itu berlaku hanya untuk pada istri Nabi, sebagaimana zahir firman Allah dalam surat Al-Ahzab : 53.
2.
Asbabun
Nuzul
Diriwayatkan
oleh asy-Syaikhsaan yang bersumber dari Anas bahwa ketika Nabi saw menikah
dengan Zainab binti Jahsy, beliau megundang para sahabatnya makan-makan
(walimah). Setelah selesai makan, para sahabat itu berbincang-bincang, sehingga
Rasulullah member isyarat dengan seolah-olah akan berdiri, tetapi mereka tidak
juga berdiri. Terpaksalah Rasulullah berdiri meninggalkan mereka, diikuti oleh
sebagian yang hadir, tetapi tiga orang yang lainnya masih terus bercakap-cakap.
Setelah semuanya pulang, Anas member tau Rasulullah saw. Rasuullah saw pulang
ke rumah Zainab dan dia megikutinya masuk, kemudian Rasulullah saw memasang
hijab\penutup. Berkenaan dengan peristiwa tersebut maka turunlah surat Al-Ahzab
ayat 53 ini.
B. Hukum dan Hikmah
poligami
Allah saw membolehkan berpoligami
sampai empat (4) orang isteri syarat berlaku adil kepada mereka. Yaitu adil
dalam melayani isteri, seperti urusan nafkah, tempat tinggal, pakaian, giliran
dan segala hal yang bersifat lahiriah. Jika tidak bisa berlaku adil maka cukup
satu isteri saja (monogami).
Islam memandang poligami lebih
banyak membawa resiko/mudharat daripada manfaatnya, karena manusia itu menurut
fitrahnya mempunyai watak cemburu, iri hati dan suka mengeluh. Dengan demikian
poligami itu dapat menjadi sumber konflik dalam kehidupa keluarga. Poligami
hanya dibolehkan bila dalam keadaan
darurat, misalnya isteri ternyata mandul, dengan syarat ia benar-benar mampu
mencukupi nafkah untuk semua keluarga dan harus bersikap adil dala pemberian
nafkah lahir dan giliran waktu tinggalnya.
Jika suami khawatir berbuat zalim
dan tidak mampu memenuhi semua hak mereka, maka ia haram melakukan poligami.
Mengenai
hikmah diizinkannya poligami ( dalam keadaan darurat dengan syarat berlaku adil
) antara lain adalah sebagai berikut :
1.
Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang
subur dan istri mandul.
2.
Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa
menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai
istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di
sembuhkan.
3.
Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari
perbuatan zina dan krisis ahlak lainnya.
4.
Untuk menyelamatkan kaum wanita yang
tinggal di negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak kaum
perianya, misalnya akibat peperangan yang cukup lama.
Hikmah poligami bagi Rasulullah saw, yaitu
sebagai berikut:
1.
Untuk kepentingan
pendidikan dan pegajaran agama.
2.
Untuk kepentingan
politik mempersatukan suku-suku bangsa Arab dan untuk menarik mereka masuk
Agama Islam.
3.
Untuk kepentingan
sosial dan kemanusiaan.
C.
Alasan
Rasulullah berpoligami adalah
1. Demi
menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.
2. Agar
mereka masuk Islam.
3. Agar
kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang. Sebagaimana kita
ketahui bersama, bahwa banyak orang yang nampak di luar rumah sebagai seorang
yang alim dan bertaqwa, tetapi ketika di dalam rumahnya, sifat-sifat tadi tidak
bisa dipertahankan. Maka, demi mengekspos seluruh kepribadian Rasulullah di
dalam rumah, dibutuhkan lebih dari seorang isteri. Karena satu saja tidak
cukup. Dan kalau hanya seorang isteri, maka akan kemungkinan besar, si isteri
akan dituduh menutup-nutupi kejelekan suami, karena saking cintanya kepada
suami, saking sibuknya isteri mengurusi rumah tangga, atau karena lupa. Jika
informasi tentang kepribadian Rasulullah bersumber dari banyak isteri, maka
dipastikan informasi itu sangat benar dan sangat akurat. Secara naluri, isteri
satu-satunya pasti cinta kepada suaminya. Dan cenderung untuk menutupi
kejelekan suaminya. Adapun jika isteri banyak, maka cenderung mereka akan benci
dan menyebarkan aib-aibnya, walaupun suami mereka sudah meninggal dunia. Belum
lagi, jika ternyata yang membunuh pemimpin dan pembesar kaum, serta keluarganya
adalah suami mereka. Seperti terbunuhnya keluarga Siti Shafiyah dan Siti
Juwairiyah (sebelum keduanya masuk Islam). Lain halnya dengan Rasulullah.
Isteri-isterinya ketika selama bergaul dengan beliau, bernaung dalam bimbingan
beliau, kepribadian luhur beliau tetap konsisten saat sunyi maupun ramai. Hal
ini yang menjadikan, isteri-isterinya bisa dipercaya oleh kaum muslimin atas
informasi tentang tingkah laku beliau di rumah.
Sedikit
saja ada sikap Rasulullah yang menyimpang dari kepatutan, pasti akan tersebar
luas.
4. Rumah-rumah
isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam. Lebih lagi, bila ajaran yang
menyangkut masalah khusus perempuan.
5. Istri-istri
Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir
dan besar. Dengan adanya pendidikan dan taujih yang berasal dari guru mereka
sekaligus suami mereka, menjadikan mereka lebih mengenal karakter Islam yang
kaffah yang bersumber dari Rasulullah SAW langsung dan wahyu yang diberikan
kepada Beliau. Dengan adanya istri-istri Rasulullah sebagai duta-duta Islam
menjadikan penyebaran dan tarbiyah Islam kepada umat menjadi lebih efisien dan
cepat serta terarah.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpuan
1.
Poligami adalah seorang laki-laki beristri lebih
dari satu orang, dengan batasan paling banyak empat orang. Syari’at islam
memperbolehkan berpoligami denga batasan sampai empat orang dan mewajibkan
berlaku adil kepada mereka, baik dalam urusan pangan, pakaian, tempat tinggal
dan lainnya yang bersifat kebendaan tanpa membedakan istri yang kaya dengan
istri yang miskin, yang bersal dari keturunan tinggi dengan yang rendah atau
orang yang berasal dari golongan bawah. Bila suami khawatir berbuat zalim dan
tidak mampu memenuhi hak-hak mereka maka ia diharamkan berpoligami.
Adil yang dimaksud disini adalah adil dalam
masalah lahiriah, bukan dalam masalah cinta kasih dan sayang karena masalah
cinta dan kasih sayang berada diluar kemampuan manusia. Suami yang hendak
beisrti lebih dari satu orang harus mendapat izin dari pengadilan agama yang
pengajuannya telah diatur dengan peraturan pemerintah. Perkawinan yang
dilakukan dengan istri kedua, ketiga atau ke empat tanpa izin dari pengadilan
agama tidak mempunyai kekuatan hukum.
2.
Hukum dan Hikmah
Poligami
Allah saw membolehkan berpoligami sampai empat
(4) orang isteri syarat berlaku adil kepada mereka. Jika tidak bisa berlaku
adil maka cukup satu isteri saja (monogami). Islam memandang poligami lebih
banyak membawa resiko/mudharat daripada manfaatnya. Poligami hanya
dibolehkan bila dalam keadaan darurat.
Adapun hikmah dibolehkan poligami yaitu:
a.
Untuk mendapatkan keturunan bagi suami yang
subur dan istri mandul.
b.
Untuk menjaga keutuhan keluarga tanpa
menceraikan istri, sekalipun istri tidak dapat menjalankan fungsinya sebagai
istri, atau ia mendapat cacat badan atau penyakit yang tidak dapat di
sembuhkan.
c.
Untuk menyelamatkan suami dari yang hypersex dari
perbuatan zina dan krisis ahlak lainnya.
d.
Untuk menyelamatkan kaum wanita yang
tinggal di negara atau masyarakat yang jumlah wanitanya jauh lebih banyak kaum
perianya, misalnya akibat peperangan yang cukup lama.
3.
Alasan Rasulullah
berpoligami
a. Demi
menanamkan benih kasih sayang dengan kerabat dan kabilah isteri-isterinya.
b. Agar
mereka masuk Islam
c. Agar
kepribadian Rasulullah dirumah diketahui oleh banyak orang.
d. Rumah-rumah
isterinya menjadi pusat penyebaran risalah Islam.
e. Istri-istri
Rasulullah adalah duta-duta Islam kepada kaum dan kabilah dimana mereka lahir
dan besar.
DAFTAR PUSTAKA
Az-Zuhaili, Wahab,
2013. Tafsir Al-Munir,Jilid II.
Jakarta : Gema Insani.
Halim, Abdul, Hasan, 2006. Tafsir
al-Ahkam. Jakarta: Kencana.
Rahmat, Abdul, ghozali, 2008. Fiqh Munakahat. Jakarta: Kencana.
Quraish,
Muhammad, Shihab. 2006. Tafsir Al-Misbah,
Cet V. Tangerang: Lentera
Hati
Tidak ada komentar:
Posting Komentar